Oleh Suhartono (Mahasiswa Pascasarjana UNISMA Malang, NPM. 2091030571, Dosen STAI Pangeran Diponegoro Nganjuk).
- 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah pendidikan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hubungan keduanya ibarat jiwa dan tubuh manusia. Jiwa berpotensi menggerakkan tubuh dan kehidupan manusia digerakkan oleh pendidikan menuju tujuan hidup yang didambakan. Tanpa pendidikan, manusia kehilangan ruh penggerak kehidupannya. Dengan kata lain, hidup dan tujuan hidup dapat diraih jika pendidikan benar-benar ”hidup”. Untuk menjawab berbagai masalah yang timbul dalam hidup dan kehidupan manusia yang termasuk di dalamnya adalah pendidikan, maka manusia membutuhkan filsafat sebagai landasan pendidikan.
Kedudukan filsafat dalam pendidikan merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh dasar lainnya dan sebagai landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan. Filsafat merupakan pandangan hidup yang menentukan arah dan tujuan proses pendidikan, karena itu filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Pendidikan itu pada hakikatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai filsafat yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik dari keadaan yang sebelumnya.
Filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadi manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberi latihan yang pada dasarnya diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dalam membangun nilai-nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita hidup yang tinggi dengan berubahnya filsafat yang tertanam dalam diri mereka. Dengan demikian, filsafat sebagai landasan pendidikan adalah landasan mencari kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam lapangan pendidikan.
Dari uraian diatas, pokok bahasan pada makalah ini adalah “Landasan Filsafat dalam Pendidikan” dan difokuskan pada masalah pengertian filsafat dan pendidikan, hubungan filsafat dengan pendidikan, dan pandangan filsafat terhadap pendidikan.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan fokus permasalahan diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
- Mendeskripsikan pengertian filsafat dan pendidikan
- Mendeskripsikan hubungan filsafat dengan pendidikan
- Mendeskripsikan pandangan filsafat terhadap pendidikan
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat dan Pendidikan
2.1.1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan (Ali,1986:7). Hasan Shadily (1984:9) mengatakan bahwa filsafat menurut asal katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi, orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Dalam pengertian yang lebih luas, Harold Titus mengemukakan pengertian filsafat sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis.
2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep.
5. Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaluddin dan Said,1994:9).
Selanjutnya, Imam Barnadib menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, dan terarur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Imam Barnadib,1994:11-12). Pemikiran yang ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia.
Muhammad Noor Syam menjelaskan, filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia dengan mencoba mengerti, menganalisis, rnenilai, dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersirat hakiki, tetap saja ia masih relatif dan subjektif. Kedua sifat terakhir ini merupakan sifat-sifat alamiah (kodrati) pada subjek –yang melakukan aktivitas filsafat itu sendiri, yaitu manusia. Manusia dalam proses perkembangan baik jasmani dan ruhani cenderung memiliki watak subjektivitas, karena itu kesimpulan-kesimpulan yang dilahirkan pun subjektif. Dengan demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya, kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Bagaimanapun, penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu masih tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
2.1.2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak-didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimaksud kepribadian yang utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara. Dalam pandangan John Dewey (dalam Arifin,1987:1), pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut: daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia . Dalam hubungan ini, Al-Syaibani (1979:399) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya. Lebih lanjut, Soegarda Poerwakawatja (1976) menguraikan bahwa pengertian pendidikan dalam arti yang luas sebagai semua perbuatan dan usaha dan generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya baik jasmani maupun ruhani. Upaya ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari segala perbuatannya.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Dan tujuan dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitamya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
2.2. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut Arifin, bukan merupakan insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalis, dan menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh. Oleh karena itu, filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan.
Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.
Kilpatrik (dalam Muhammad Noor Syam,1988:43) mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dan kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.
Tujuan pendidikan adalah tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah realisasi dari ide-ide filsafat; filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut:
1. Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikari can menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
2. Filsafat, berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat, dalam hat ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogik).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
2.3. Pandangan Filsafat terhadap Pendidikan
Filsafat sebagai ilmu untuk memahami semua hal yang timbul dalam hidup manusia, maka diharapkan manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai filsafat bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari dunia. Oleh karena itu, filsafat sering juga disamakan dengan pandangan dunia.
Pandangan dunia adalah suatu konsep yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia masyarakat umum, nilai dan norma yang mengatur sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia, masyarakat dan alam sekitarnya serta dengan penciptanya. Karena manusia merupakan bagian dari dunia, maka ia akan berusaha untuk lebih memperbaiki dirinya sendiri sehingga dengan perubahan itu manusia menjadi mantap dan stabil dalam kehidupannya (Moedjanto, 1993:74).
Filsafat menjadikan manusia berkembang dan mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis. Pandangan itu kemudian dituangkan dalam sistem pendidikan, untuk mengarahkan rujuan pendidikan. Penuangan pemikiran ini dimuatkan dalam bentuk kurikulum. Dengan kurikulum, sistem pengajaran dapat terarah, selain dapat mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
1. Dasar dan tujuan
Dasar pendidikan merupakan suatu asas untuk mengembangkan bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, karena pendidikan memerlukan landasan kerja untuk memberi arah bagi programnya. Di samping itu, asas tersebut juga bisa berfungsi sebagai sumber peraturan yang akan digunakan sebagai pegangan hidup dan pegangan langkah pelaksanaan.
Secara umum, tujuan pendidikan dapat dikatakan dapat membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya, membawa anak didik agar dapat mandiri dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Disamping itu, tujuan pendidikan juga dapat memengaruhi strategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirumuskan. Sedangkan tujuan pendidikan yang lain adalah perubahan yang diusahakan untuk mencapaitujuan pendidikan baik pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Jadi, dasar dan tujuan pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan bidang pendidikan menuju terbinanya kepribadian yang tinggi sesuai dengan dasar persiapan pendidikan. Setiap perbuatan pendidikan ini merupakan bagian dari suatu proses menuju suatu tujuan yang telah diharapkan dan ditentukan oleh masyarakat.
2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan (Yusuf,1982:53). Individu yang mampu itu adalah orang dewasa yang bertanggung jawab, sehat jasmani dan ruhani, mampu berdiri sendiri dan mampu menanggung risiko dari segala perbuatannya. Kesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab itulah yang pertama dan utarna dituntut dari seorang pendidik. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah dirumuskan tidak akan dicapai oleh anak didik.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik ditinjau dari segi fisik maupun dari segi perkembarigan mental. Setiap kegiatan pendidikan sudah pasti memerlukan unmu anak didik sebagai sasaran dari kegiatan tersebut. Yang dimaksud anak didik di sini adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang sudah dewasa dalam melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai individu.
3. Kurikulum
Kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan dalam suatu lembaga kependidikan. Segala hal yang harus diketahui, diresapi dan dihayati oleh anak didik haruslah ditetapkan da(am kurikulum. Dan, segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik pada anak didiknya pun haruslah dijabarkan dalam kurikulum. Kurikulum tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana dan apa saja yang harus dilakukan pendidik dan anak didik dalam proses belajar mengajar. Jadi, kurikulum itu menggambarkan kegiatan belajar mengajar dalam suatu lembaga pendidikan.
Hubungan antara tujuan pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Sebagai isi dan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum menyangkut masalah-masalah nilai, ilmu, teori, skill, praktik, pembinaan mental, dan sebagainya. Ini berarti, bahwa kurikulum itu harus mengandung isi pengalaman yang kaya demi realisasi tujuan. Dengan kata lain, kurikulum harus kaya dengan pengalamanpengalaman yang bersifat membina kepribadian. Jadi, hubungan kurikulum dengan pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Satu asas filosofi itu menjadi latar belakang pendidikan itu berupa nilai demokrasi misalnya, maka prinsip kebebasan, prinsip berpikir, dan individualistis akan selalu diutamakan.
4. Sistem pendidikan
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih materi, strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Dalam sejarah pendidikan dapat dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Beberapa aliran tentang perkembangan manusia dan hasil pendidikan itu adalah:
a. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya, sebagaimana John Locke berpendapat bahwa anak yang di dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulisan di atasnya.
b. Nativisme. Ini merupakan teori yang bertolak belakang dengan teori empirisme, bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan pembawaan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan dan perkembangan manusia, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir.
c. Naturalisme, bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Aliran ini bersifat negativisme, di mana pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak didik secara alamiah.
d. Konvergensi, bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buruk. Menurutnya, hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan seperti dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Teori konvergensi ini berpandangan bahwa: (1) pendidikan mungkin diberikan; (b) yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri; dan (c) pendidikan diartikan sebagai penolong atau pertolongan yang diberikan pada lingkungan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Dari keempat aliran/teori perkembangan manusia dan teori pendidikan tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikan atau sebagai cita-cita dan tujuan pendidikan (Djumberansyah,1994:16).
Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan itu adalah:
1. Bahwa sistem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan,
2. Isi moral pendidikan atau tujuan intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan dan/atau merupakan konsepsi dasar nilai moral pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan;
3. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral pendidikan, dan sistem pendidikan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan tata pola pikir terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempunyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan:
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani. Kata ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang dan suka, serta kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan
Secara istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian, diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia di dalamnya.
Proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitamya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Sementara itu, Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan. Dan untuk merealisasikan pandangan filsafat tentang pendidikan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut, meliputi (1) dasar dan tujuan pendidikan, (2) pendidikan dan peserta didik, (3) kurikulum, dan (4) sistem pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kontak 081333052032