Lasbudi P. Ambarita, S.Si . (Staf Peneliti Loka Litbang P2B2 Baturaja)
Abstrak
Penelitian Peran Serta Masyarakat (PSM) Dalam Penemuan Kasus Filariasis di Desa Endemis di Puskesmas Betung Kabupaten Banyuasin tahun 2005 dilakukan untuk mengetahui keefektifan dasawisma sebagai organisasi masyarakat guna mendukung program eliminasi penyakit kaki gajah (ELKAGA).Penelitian ini dilakukan dengan percobaan semu berulang (kuasi eksperimental) dengan cara pre-post control. Pengumpulan data dilakukan pada awal sebelum dilakukan intervensi (Tahap I) dan pada akhir setelah intervensi (Tahap II). Subyek penelitian adalah kepala keluarga dan kader dasawisma yang dipilih dengan metode yang dikembangkan oleh Dr. Ariawan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner baik terhadap masyarakat (kepala keluarga) maupun kader dasawisma. Intervensi yang dilakukan adalah Penyuluhan tentang filariasis kepada masyarakat dan Pelatihan mengenali gejala filariasis kepada kader dasawisma.Hasil penelitian Tahap 1ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat di desa Rimba Terab masih memiliki pengetahuan yang rendah tentang filariasis.Untuk itu kegiatan penyuluhan merupakan salah satu hal yang efektif untuk meningkat pengetahuan masyarakat tentang filariasis.
PENDAHULUAN
Di Kabupaten Banyuasin masih terdapat daerah-daerah endemis penyakit kaki gajah (filariasis). Sampai dengan tahun 2003 angka Mf rate berkisar antara 0 – 2,67%.(1)
Pada saat ini pemerintah daerah setempat maupun daerah endemis lain di Indonesia memfokuskan akan melakukan pengobatan filariasis dengan mengunakan DEC-Albendazole sesuai dengan anjuran WHO dalam rangka program eliminasi filariasis. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut terutama adalah dalam kecukupan cakupan yang optimal, karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang sedikit.
Berkaitan dengan hal tersebut maka peran serta masyarakat (PSM) dapat menjadi pilihan dalam perluasan penemuan penderita dalam rangka perluasan cakupan pengobatan yang akan dilakukan. Penelitian PSM untuk penemuan dan pengobatan penyakit malaria telah dikembangkan oleh Sahat Ompusunggu dan kawan-kawan tahun 2002 dan menunjukkan hasil yang baik, melalui Dasawisma di Pituruh Purworejo. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini sangat membantu kinerja Puskesmas dalam meningkatkan cakupan serta meminimasi timelaps pengobatan. Kegiatan PSM tersebut diterima sangat baik oleh masyarakat sehingga masyarakat sepakat untuk melakukan swadana dalam memberikan ganti transport untuk kader-kader yang dibentuk.
Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan model PSM tersebut untuk filariasis di Kabupaten Banyuasin dalam tahun 2005. Metode pengembangan kadermelalui pembentukan Dasawisma seperti yang dikembangkan untuk malaria di Purworejo tersebut akan diterapkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi filariasis dan sosial-budaya setempat.
BAHAN DAN METODA
Tempat penelitian adalah desa endemis di wilayah kerja Puskesmas Betung Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, Tahap I = Juli – Desember 2005 (Pembentukan Kader dan Pelatihan), Tahap II= Januari – Oktober 2005 (Penemuan dan Pengobatan Penderita).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu (pre-post test designed). Populasi penelitian adalah penduduk di desa terpilih, dimana Program Pemberantasan Filariasis dilakukan (Pengobatan Penderita menggunakan DEC + Albendazole dilakukan oleh Pelaksana Program sesuai dengan Kebijakan Nasional). Sampel responden untuk penelitian KAP masyarakat dipilih secara acak menggunakan metode yang dikembangkan oleh Dr. Ariawan (FKM UI). Sampel kaderdasawisma berjumlah 20 orang yang dipilih oleh petugas Puskesmas bersama-sama dengan masyarakat dan aparat desa dengan persyaratan mereka mau berpartisipasi dan peduli terhadap masyarakat sekitar. 1 orang kader akan mewakili tiap 10 – 15 rumah (Dasawisma).
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada reponden masyarakat dan kaderdasawisma dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil wawancara PSP masyarakat menjadi acuan dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Kaderdasawisma diberikan pelatihan yang berguna untuk menambah pengetahuan sehingga diharapkan dapat menemukan penderita filariasis di lingkungannya. Selama pelatihan kaderdasawisma dengan modul sebagai acuan dalam memberikan materi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat
Dari hasil wawancara (tabel 1) terhadap 165 reponden masyarakat terdiri dari 50,3 % laki-laki dan 49,7% perempuan, sebagian besar berumur pada kisaran umur 25 – 50 tahun (67,3%).
Tabel 1. Persentase Responden Masyarakat Menurut Karakteristik Sosiodemografi
Karakteristik Sosiodemografi |
Jumlah | Persentase |
(N = 165) | ||
Jenis Kelamin : | ||
Laki-laki |
83 |
50,3 |
Perempuan |
82 |
49,7 |
Umur : |
|
|
< 25 tahun |
30 |
18,2 |
25 – 50 tahun |
111 |
67,3 |
> 50 tahun |
24 |
14,5 |
Pendidikan : |
|
|
Tidak pernah sekolah |
14 |
8,5 |
Tidak tamat SD |
54 |
32,7 |
Tamat SD |
64 |
38,8 |
Tidak tamat SMP |
5 |
3,0 |
Tamat SMP |
12 |
7,3 |
Tamat SMA |
13 |
7,9 |
Akademi/Perguruan tinggi |
3 |
1,8 |
Pekerjaan : |
|
|
Petani |
131 |
79,4 |
Wirausaha |
7 |
4,2 |
PNS/TNI/Polisi/ Pensiunan |
5 |
3,0 |
Tidak bekerja (ibu rumah tangga) |
21 |
13,4 |
Mata pencaharian responden pada umumnya adalah petani (79,4%). Pendidikan responden sangat bervariasi dari yang tidak pernah sekolah sampai jenjang perguruan tinggi. Sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah, yaitu yang tidak pernah sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD sebanyak 80%.
Diketahui juga pada tabel 2 bahwa sebagian besar responden (77,6%) pernah mendengar tentang filariasis (bahasa daerah “Tubuk”). Pengetahuan responden tentang agen penyebab filariasis masih rendah dimana hanya 19 responden (11,52%) yang menjawab agen penyebab filariasis adalah cacing filaria.
Tabel 2. Persentase Responden Masyarakat Menurut Pengetahuan Tentang Filariasis
)Komponen Pengetahuan |
Jumlah |
Persentase |
Agen penyebab filariasis (n = 128) | ||
– Cacing |
19 |
14,8 |
– Virus |
1 |
0,8 |
– Guna-guna |
1 |
0,8 |
– Keturunan |
8 |
6,3 |
– Lain-lain |
5 |
3,9 |
– Tidak tahu |
94 |
73,4 |
Gejala – gejala filariasis (N = 128) |
|
|
– Demam |
0 |
0 |
– Elephantiasis |
53 |
41,4 |
– Limfangitis/limfadnitis |
0 |
0 |
– Tidak tahu |
75 |
58,6 |
Bagian tubuh yang mengalami pembengkakan (n = 53) |
|
|
– Kaki |
43 |
81,1 |
– Tangan |
1 |
1,9 |
– Kantung buah zakar |
0 |
0 |
– Payudara |
0 |
0 |
– Alat kelamin wanita |
0 |
0 |
– Jawaban lebih dari 1 |
6 |
11,3 |
Menular atau tidaknya filariasis (n = 128) |
|
|
– Menular |
61 |
47,7 |
– Tidak menular |
23 |
18,0 |
– Tidak tahu |
44 |
34,4 |
Cara penularan filariasis (n = 61) |
|
|
– Lewat ludah |
3 |
4,9 |
– Lewat gigitan nyamuk |
28 |
45,9 |
– Bersentuhan dengan penderita |
9 |
14,8 |
– Lewat telapak kaki |
4 |
6,6 |
– Lainnya |
17 |
27,9 |
Siapa saja yang dapat tertular filariasis (n = 128) |
|
|
– Anak-anak |
6 |
4,7 |
– Orang dewasa |
24 |
18,8 |
– Orang lanjut usia |
23 |
18,0 |
– Semua umur |
38 |
29,7 |
– Tidak tahu |
37 |
28,9 |
Pengetahuan diperoleh sebagian besar penduduk dari kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam kegiatan pengambilan sedian darah jari filariasis. Sedangkan ada beberapa responden yang belum pernah mendapat penyuluhan tentang filariasis tetapi mereka tahu agen penyebab filariasis yaitu dari media baik cetak ataupun elektronik. Komunikasi dapat menjadi media peningkatan pengetahuan seseorang, yang didefinisikan sebagai proses penyampaian dan pertukaran pesan atau informasi baik berupa ide, sikap atau pikiran seseorang kepada orang lain agar orang lain tersebut dapat menerima, memahami dan melakukan apa yang disampaikan kepadanya. Jadi komunikasi itu merupakan “jembatan” untuk menuju ke perubahan (communication is a bridge to change) dalam diri seseorang.(2) (Permana M, 2002)
Pengetahuan responden tentang gejala-gejala awal (gejala akut) filariasis sangat rendah dimana semua responden menyatakan bahwa gejala filariasis adalah pembengkakan pada bagian tubuh tertentu (elephantiasis). Hampir semua respoden (79,26%) menyatakan bagian tubuh yang diserang/pembengkakan adalah kaki. Pemahaman seperti ini berkaitan dengan fakta bahwa yang umumnya mereka temukan adalah penderita dengan pembengkakan pada kaki.
Sejumlah 28 responden (16,9%) mengatakan bahwa penularan filariasis disebabkan oleh gigitan nyamuk. Dan sebanyak 29,7% responden menyatakan bahwa semua golongan umur dapat tertular filariasis, namun ada sekitar 18,8% menyatakan bahwa orang dewasa saja yang dapat tertular filariasis, hal ini sesuai dengan fakta bahwa penderita elephantiasis yang ditemukan di daerah setempat pada umumnya adalah orang dewasa.
Pada penelitian tentang penyakit malaria(3), di daerah endemis yang pada umumnya di pedesaan dengan masyarakat yang berpendidikan rendah memang sangat diperlukan penyuluhan mengenai satu penyakit tertentu secara khusus dan tidak digabung dengan penyuluhan kesehatan yang lain. Namun penyuluhan tersebut harus dilakukan berkali-kali khususnya mengenai tempat berkembang biak nyamuk penular dan jenis nyamuknya harus diberitahukan sebagai materi penyuluhan.
Sikap responden terhadap filariasis dalam hal pencegahan, pemeriksaan diri dan memakan obat dan upaya pemberantasan penyakit filariasis di daerahnya menunjukkan sikap yang positif (tabel 3). Salah satu cara untuk mengetahui sikap seseorang adalah dengan menanyakan pendapat orang yang bersangkutan tentang suatu hal(4). Hal yang positif adalah bahwa 80,4% responden menyatakan bahwa filariasis adalah penyakit yang berbahaya.. Sikap yang belum benar perlu diluruskan melalui kegiatan penyuluhan, hal ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan melalui kegiatan yang sering diadakan di desa seperti tahlilan dan sebagainya.(5)
Ada sebanyak 46,9% responden yang pernah mendapatkan penyuluhan, dimana sebagian besar mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan dengan topik mengenai bahayanya apabila menderita filariasis. Namun demikian, ada sejumlah responden yang pernah mendapatkan penyuluhan tetapi pada saat wawancara ternyata responden tersebut tidak dapat memberikan jawaban yang benar. Hal ini dapat diakibatkan kemampuan responden tersebut terbatas dalam menyerap informasi yang diberikan pada saat penyuluhan dilakukan dan akibat lupa terhadap materi penyuluhan karena sudah lama dilakukan dan penyuluhan yang dilakukan tidak kontiniu.
Pada tabel 4 dapat diilihat bahwa tindakan pencarian pengobatan yang dilakukan responden pada umumnya (86,7%) adalah melaporkan ke Puskesmas/Petugas Kesehatan apabila menderita atau mengetahui orang lain mengalami demam berulang selama 1-2 kali setiap bulan. Sebagian besar responden (51,6%) pernah diperiksa darahnya untuk pemeriksaan filariasis. Responden yang pernah meminum obat filariasis sebanyak 81,3%.
Kebiasaan responden pada malam hari umumnya sering keluar malam (51,6%) dengan melakukan berbagai kegiatan. Tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk yang pada umumnya dilakukan responden adalah memakai obat nyamuk bakar (43,8%). Kegiatan mereka di luar rumah pada malam hari adalah untuk ngobrol. Kegiatan malam hari di luar rumah ini memungkinkan kontak nyamuk vektor penular filariasis dengan manusia cukup tinggi apabila upaya pencegahan untuk menghindari gigitan nyamuk masih kurang selama di luar rumah.
Tabel 3. Persentase Responden Masyarakat Menurut Sikap Tentang Filariasis
Komponen Sikap Terhadap Filariasis |
Setuju |
Tidak Setuju |
Tidak Tahu |
|||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|
Filariasis berbahaya (n = 128) |
103 |
80,5 |
17 |
13,3 |
8 |
6,3 |
Upaya Pencegahan : |
|
|
|
|
|
|
Menebar ikan di sawah dan saluran air |
17 |
60,7 |
3 |
10,7 |
8 |
28,6 |
merupakan upaya pencegahan filariasis (n = 28) |
|
|
|
|
|
|
Menghindari gigitan nyamuk berarti |
23 |
82,1 |
3 |
10,7 |
2 |
7,1 |
menghindari filariasis (n = 128) |
|
|
|
|
|
|
Pengobatan : |
|
|
|
|
|
|
Bila seseorang demam selama 3 – 4 hari yang |
122 |
95,3 |
0 |
0 |
6 |
4,7 |
berulang selama 1 – 2 kali setiap bulan harus |
|
|
|
|
|
|
diperiksa ke Puskesmas (n = 128) |
|
|
|
|
|
|
Memakan obat dari Petugas Puskesmas untuk |
123 |
96,1 |
4 |
3,1 |
1 |
0,8 |
pencegahan filariasis (n = 128) |
|
|
|
|
|
|
Penderita filariasis diambil darahnya untuk |
115 |
89,8 |
7 |
5,5 |
6 |
4,7 |
Pemeriksaan (n = 128) |
|
|
|
|
|
|
Pemberantasan : |
|
|
|
|
|
|
Filariasis dapat diberantas (n = 128) |
103 |
80,5 |
2 |
1,6 |
23 |
18,0 |
Masyarakat dilibatkan dalam pemberantasan |
120 |
93,8 |
1 |
0,8 |
7 |
5,5 |
Filariasis (n = 128) |
|
|
|
|
|
|
Tabel 4. Persentase Responden Masyarakat Menurut Tindakan Yang Berkaitan Dengan Filariasis
Komponen Tindakan |
Jumlah |
Persentase |
Pernah mendapat penyuluhan tentang filariasis (n = 128) |
|
|
– Pernah |
60 |
46,9 |
– Belum pernah |
61 |
47,7 |
– Tidak tahu |
7 |
5,5 |
Sering tidaknya keluar malam (n = 128) |
|
|
– Sering |
66 |
51,6 |
– Kadang-kadang |
39 |
30,5 |
– Tidak pernah |
23 |
18,0 |
Alasan keluar malam (n = 105) |
|
|
– Menjaga kebun |
3 |
2,9 |
– Ronda/siskamling |
3 |
2,9 |
– Ngobrol di luar rumah |
84 |
80,0 |
– Buang air besar/kecil di luar rumah |
5 |
4,8 |
– Lainnya |
10 |
9,5 |
Tindakan menghindari gigitan nyamuk di malam hari (n = 128) |
|
|
– Tidur menggunakan kelambu |
15 |
11,7 |
– Memakai obat nyamuk bakar |
56 |
43,8 |
– Pakai repellent |
8 |
6,3 |
– Pakai obat nyamuk cair |
4 |
3,1 |
– Memakai baju dan celana panjang |
1 |
0,8 |
– Menutup ventilasi rumah dengan kawat kassa |
1 |
0,8 |
– Pakai kelambu, repellent, obat nyamuk semprot dan |
10 |
7,8 |
ventilasi dipasang kassa |
|
|
– Pakai kelambu dan obat nyamuk bakar |
32 |
25 |
– Lainnya |
1 |
0,8 |
Pernah diambil darah untuk pemeriksaan filariasis (n = 128) |
|
|
– Pernah |
66 |
51,6 |
– Belum pernah |
60 |
46,9 |
– Tidak tahu |
2 |
1,6 |
Pernah minum obat untuk pencegahan filariasis dari petugas |
|
|
kesehatan (n = 128) |
|
|
– Pernah
– Belum pernah |
104 24 |
81,3 18,8 |
2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Kaderdasawisma
Tingkat pendidikan kader yang paling dominan adalah tamat SD (55%) dan pekerjaan kader umumnya adalah petani (75%).
Tabel 5. Persentase Responden Kader Dasawisma Menurut Karakteristik Sosiodemografi
Karakteristik Sosiodemografi |
Jumlah |
Persentase |
(N = 20) |
||
Jenis Kelamin : |
|
|
Laki-laki |
10 |
50 |
Perempuan |
10 |
50 |
Umur : |
|
|
15 – 20 tahun |
7 |
35 |
21 – 25 tahun |
11 |
55 |
> 25tahun |
2 |
10 |
Pendidikan : |
|
|
Tidak tamat SMP |
1 |
5 |
Tamat SMP |
3 |
15 |
Tamat SMA |
5 |
25 |
Pekerjaan : |
|
|
Petani |
15 |
75 |
Wirausaha |
1 |
5 |
Tidak bekerja |
4 |
20 |
Pengetahuan kader tentang gejala akut filariasis masih rendah sedangkan pengetahuan tentang gejala kronis filariasis kaderdasawisma cukup baik dimana 90% menyatakan pembengkakan bagian tubuh tertentu merupakan gejala kronis filariasis (tabel 6).
Sejumlah 80% kaderdasawisma yang mengatakan bahwa filarisis merupakan penyakit yang menular, 81,3% kaderdasawisma mengatakan bahwa penularan dapat terjadi dari gigitan nyamuk.
Sikap kaderdasawisma terhadap pemberantasan filariasis sangat positif (tabel 7), dapat dilihat dari hasil wawancara yaitu seluruh kaderdasawisma setuju dengan pengambilan darah untuk pemeriksaan filariasis, penderita filariasis mendapat perawatan yang baik oleh petugas kesehatan dan keluarganya, serta peran serta masyarakat sangat penting dalam pemberantasan filariasis.
Dari wawancara perilaku (tabel 8), sebagian besar (45%) kaderdasawisma belum pernah mendapat penyuluhan. Tindakan pencarian pengobatan bila menderita demam berulang filariasis dengan mendatangi petugas kesehatan/Puskesmas dilakukan 90% kaderdasawisma. Kaderdasawisma yang pernah diambil darahnya untuk diperiksa filariasis sebanyak 90% sedangkan yang menolak pengambilan darah karena alasan takut. Hal ini tidak sejalan dengan sikap beberapa kaderdasawisma, dimana dalam sikap mereka bersedia tetapi dalam tindakan tidak bersedia.
Kebiasaan kaderdasawisma keluar malam sering dilakukan oleh 45% responden. Kegiatan yang dilakukan di luar rumah pada malam hari adalah ngobrol (76,5%).Upaya untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk bakar (65%).
Sesuai dengan tujuan dibentuknya kader yaitu melakukan pencarian tersangka penderita filariasis, maka mereka dibekali pengetahuan secara khusus tentang gejala-gejala yang ditemui pada penderita filariasis baik gejala akut maupun kronis. Dengan demikian pelatihan yang diberikan bagi para kader akan semakin melengkapi sebagian pemahaman kader yang sudah benar, dan yang terpenting adalah meluruskan pengetahuan, sikap dan perilaku kader yang belum benar tentang filariasis. Sehingga setelah dilatih diharapkan mereka mampu melaksanakan kegiatan penemuan tersangka penderita filariasis berdasarkan pengetahuan yang telah mereka peroleh. Penelitian mengenai peran serta masyarakat (kader dasawisma) ini sesuai dengan strategi promosi kesehatan program eliminasi penyakit kaki gajah yaitu untuk memberdayakan masyarakat dalam eliminasi penyakit kaki gajah perlu dilakukan upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku serta menggali potensinya agar berperan aktif dalam program eliminasi.(6)
Komponen sikap kader dasawisma terhadap filariasis cukup positif. Hampir semua kader menyatakan setuju terhadap pernyataan yang berhubungan dengan pencegahan dan pemberantasan filariasis. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.(7)
Akan tetapi ada beberapa komponen sikap yang persentasenya lebih rendah yaitu tindakan yang dilakukan bila menderita demam, menghindari gigitan nyamuk dan usaha menebar ikan pemakan jentik di sawah sebagai upaya pencegahan filariasis sehingga dari kegiatan penyuluhan diharapkan mereka yang belum memiliki sikap yang benar akan berubah.
Tabel 6. Persentase Responden Kader Dasawisma Menurut Pengetahuan Tentang Filariasis
Komponen Pengetahuan Gejala Filariasis |
Jumlah |
Persentase |
Pernah tidak mendengar tentang filariasis (n = 20) |
|
|
– Pernah |
20 |
100 |
Apa penyebab filariasis (n = 20) |
|
|
– Cacing |
6 |
30 |
– Virus |
5 |
25 |
– Keturunan |
2 |
10 |
– Tidak tahu |
7 |
35 |
Siapa saja yang dapat tertular filariasis (n = 20) |
|
|
– Orang dewasa |
3 |
15 |
– Orang lanjut usia |
1 |
5 |
– Semua umur |
15 |
75 |
– Tidak tahu |
1 |
5 |
Apakah penderita filariasis menderita demam (n = 20) |
|
|
– Ya |
17 |
85 |
– Tidak |
3 |
15 |
Bagaimana siklus demam penderita filariasis (n = 17) |
|
|
– Demam tanpa jangka waktu tertentu |
3 |
17,6 |
– Demam berulang setiap 3 hari |
2 |
11,8 |
– Demam selama 3 – 4 hari yang terjadi 1 – 2 kali atau lebih |
2 |
11,8 |
Dalam setiap bulannya |
|
|
– Tidak tahu |
10 |
58,8 |
Penderita filariasis mengalami benjolan (limfangitis) pada tubuhnya ( N = 20) |
|
|
– Tidak tahu |
20 |
100 |
Terdapat urat seperti tali yang teraba dan berwarna merah |
|
|
pada tubuh (n = 20) |
|
|
– Ya |
7 |
35 |
– Tidak |
2 |
10 |
– Tidak tahu |
11 |
55 |
Bagian tubuh yang terdapat urat tersebut (n = 7) |
|
|
– Seluruh tubuh |
3 |
42,9 |
– Pada pangkal paha |
3 |
42,9 |
– Mulai dari pangkal paha berjalan ke arah ujung kaki atau |
1 |
14,3 |
dari ketiak berjalan ke ujung tangan |
|
|
Apabila sudah parah penderita mengalami pembengkakan |
|
|
pada tubuh (n = 20) |
|
|
– Mengalami pembengkakan |
18 |
90 |
– Tidak mengalami pembengkakan |
1 |
5 |
– Tidak tahu |
1 |
5 |
Bagian tubuh yang mengalami pembengkakan (n = 18) |
|
|
– Kaki |
18 |
100 |
Tabel 7. Persentase Responden Kader Dasawisma Menurut Sikap Tentang Filariasis
Komponen Sikap Terhadap Filariasis |
Setuju |
Tidak Setuju |
Tidak Tahu |
|||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
|
Filariasis berbahaya |
17 |
85 |
0 |
0 |
3 |
15 |
Upaya Pencegahan : |
|
|
|
|
|
|
Menebar ikan di sawah dan saluran air |
12 |
60 |
2 |
10 |
6 |
30 |
merupakan upaya pencegahan filariasis (n = 28) |
|
|
|
|
|
|
Menghindari gigitan nyamuk berarti |
14 |
70 |
0 |
0 |
6 |
30 |
menghindari filariasis |
|
|
|
|
|
|
Pengobatan : |
|
|
|
|
|
|
Bila seseorang demam selama 3 – 4 hari yang |
11 |
55 |
7 |
35 |
2 |
10 |
berulang selama 1 – 2 kali setiap bulan harus |
|
|
|
|
|
|
diperiksa ke Puskesmas |
|
|
|
|
|
|
Memakan obat dari Petugas Puskesmas untuk |
19 |
95 |
0 |
0 |
1 |
5 |
pencegahan filariasis |
|
|
|
|
|
|
Penderita filariasis diambil darahnya untuk |
20 |
100 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Pemeriksaan |
|
|
|
|
|
|
Pemberantasan : |
|
|
|
|
|
|
Filariasis dapat diberantas |
19 |
95 |
0 |
0 |
1 |
5 |
Masyarakat dilibatkan dalam pemberantasan |
20 |
100 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Filariasis |
Berkaitan dengan perilaku kader dasawisma, kendati hanya 5 orang kader (25%) yang menyatakan pernah mendapatkan penyuluhan, namun bila dihubungkan dengan komponen pengetahuan dan sikap maka dapat diketahui bahwa lebih dari 10 orang kader memberikan jawaban yang positif. Ini berarti ada lebih dari 5 orang kader yang belum pernah mengikuti penyuluhan namun mereka mengetahui beberapa hal yang positif tentang filariasis. Dugaan sementara adalah mereka mengetahui beberapa aspek penting dalam filariasis dari media (cetak maupun elektronik) ataupun dari masyarakat di desanya yang sudah lebih dulu tahu. Walaupun informasi tentang filariasis tidak didapat secara lengkap, apalagi diperoleh bukan dari petugas kesehatan(dari membaca, menonton atau informasi dari teman) namun berdasarkan model keyakinan kesehatan (The Health Belief Model) yang dikembangkan oleh Becker MM (1974) yang dikutip dalam(8) , perilaku kesehatan seseorang merupakan fungsi dari beberapa keyakinan, yaitu: persepsi mengenai keseriusan penyakit yang mengancam kesehatannya, persepsi mengenai kerentanan dirinya terhadap penyakit tersebut dan persepsi/harapan mengenai keuntungan yang didapat bila berperilaku tertentu (perilaku yang dapat mencegah timbulnya penyakit tersebut atau perilaku protektif dan kendala-kendala apa yang dihadapinya untuk berperilaku protektif). Selain itu diperlukan juga pencetus yang ada pada diri seseorang untuk bertindak sesuai dengan persepsi-persepsi tersebut.(8)
Tabel 8. Persentase Responden Kader Dasawisma Menurut Tindakan Tentang Filariasis
Komponen Tindakan |
Jumlah |
Persentase |
Pernah mendapat penyuluhan tentang filariasis (n = 20) | ||
– Pernah |
5 |
25 |
– Belum pernah |
9 |
45 |
– Tidak tahu |
6 |
30 |
Sering tidaknya keluar malam (n = 20) |
|
|
– Sering |
9 |
45 |
– Kadang-kadang |
8 |
40 |
– Tidak pernah |
3 |
15 |
Alasan keluar malam (n = 17) |
|
|
– Menjaga kebun |
1 |
5,9 |
– Ronda/siskamling |
1 |
5,9 |
– Ngobrol di luar rumah |
13 |
76,5 |
– Lainnya |
2 |
11,8 |
Tindakan menghindari gigitan nyamuk di malam hari (n =20) |
|
|
-Tidur menggunakan kelambu |
4 |
20 |
– Memakai obat nyamuk bakar |
13 |
65 |
– Pakai repellent |
3 |
15 |
Pernah diambil darah untuk pemeriksaan filariasis (n = 20) |
|
|
– Pernah |
9 |
45 |
– Belum pernah |
10 |
50 |
– Tidak tahu |
1 |
5 |
Pernah minum obat untuk pencegahan filariasis dari petugas |
|
|
kesehatan (n = 20) |
|
|
– Pernah |
13 |
65 |
– Belum pernah |
6 |
30 |
– Tidak tahu |
1 |
5 |
3. Penyuluhan masyarakat
Kegiatan penyuluhan dilaksanakan di balai desa dengan metode ceramah dan tanya jawab. Materi yang diberikan dalam penyuluhan ini adalah penjelasan rinci mengenai maksud dan tujuan penelitian serta manfaat yang didapat, selain itu juga diberikan materi mengenai epidemiologi penyakit kaki gajah dan gejala-gejala gejala akut maupun kronis flariasis.
4. Pembentukan kader
Kader yang dibentuk dalam penelitian ini adalah kader yang berasal dari masyarakat dan memang ditunjuk oleh masyarakat itu sendiri dalam hal ini ditentukan oleh petugas kesehatan (Puskesmas) bersama-sama dengan aparat desa dan tokoh-tokoh masyarakat setempat dan menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi.
5. Pelatihan Kaderdasawisma
Metode yang digunakan dalam kegiatan pelatihan ini adalah ceramah dan diskusi dua arah. Dalam kegiatan ini juga diketahui bahwa penggunaan bahasa daerah setempat juga membantu pemahaman para kader untuk memahami materi yang diberikan.
6. Evaluasi Modul
Modul sebagai alat bantu dalam kegiatan pelatihan bagi para kader dibuat sesederhana mungkin dengan bahasa yang mudah dimengerti. Di dalam pelaksanaannya terdapat sedikit kebingungan pada para kader terutama terhadap penjelasan gejala-gejala klinis filariasis baik akut maupun kronis. Namun demikian penggunaan bahasa daerah setempat sangat membantu para kader dalam memahami istilah-istilah yang diberikan.
Sejumlah 80% kader dasawisma yang mengatakan bahwa filarisis merupakan penyakit yang menular. Pengetahuan tentang penular filariasis sudah cukup baik dimana 81,3% kaderdasawisma mengatakan bahwa penularan dapat terjadi dari gigitan nyamuk.
Sikap kader dasawisma terhadap pemberantasan filariasis sangat positif, dapat dilihat dari hasil wawancara yaitu seluruh kaderdasawisma setuju dengan pengambilan darah untuk pemeriksaan filariasis, penderita filariasis mendapat perawatan yang baik oleh petugas kesehatan dan keluarganya, serta peran serta masyarakat sangat penting dalam pemberantasan filariasis.
Sebagian besar (45%) kaderdasawisma belum pernah mendapat penyuluhan. Tindakan pencarian pengobatan bila menderita demam berulang filariasis dengan mendatangi petugas kesehatan/Puskesmas dijawab oleh 90% kaderdasawisma. Kaderdasawisma yang pernah diambil darahnya untuk diperiksa filariasis sebanyak 90%, sedangkan 20% lainnya tidak pernah diambil darahnya karena alasan takut. Hal ini tidak sejalan dengan sikap beberapa kaderdasawisma dimana dalam sikap mereka bersedia tetapi dalam tindakan tidak bersedia. Demikian dalam hal minum obat filariasis yang diberikan petugas kesehatan dalam program eliminasi penyakit kaki gajah di desa tersebut, ada 65% kaderdasawisma yang pernah minum obat filariasis dan selebihnya belum pernah (30%) karena tidak ada di tempat pada saat pembagian obat.
Kebiasaan kaderdasawisma keluar malam sering dilakukan oleh 45% responden, 40% kadang-kadang keluar malam. Kegiatan yang dilakukan di luar rumah pada malam hari adalah ngobrol (76,5%).Upaya untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk adalah memakai obat nyamuk bakar (65%).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Pengetahuan masyarakat dan kader dasawisma tentang gejala akut dan penularan filariasis masih rendah.
- Komponen sikap masyarakat dan kader dasawisma memperlihatkan sikap yang cukup positif seperti menyatakan setuju bahwa filariasis adalah penyakit yang berbahaya, bersedia diambil darahnya untuk pemeriksaan mikrofilaria, namun masih kurang memahami tujuan menebar ikan pemakan jentik di sawah dan kolam.
- Perilaku masyarakat dan kader dasawisma masih mendukung terjadinya penularan filariasis seperti kebiasaan keluar rumah pada malam hari serta masih berobat ke dukun, diobati sendiri ataupun dibiarkan sembuh sendiri apabila menderita demam.
- Kader yang sudah dilatih diharapkan mampu mengenali dan menemukan tersangka penderita filariasis berdasarkan pedoman yang telah mereka peroleh dari kegiatan pelatihan.
- Cara penyajian materi maupun bahasa yang sederhana pada modul filariasis sangat membantu para kader untuk lebih mudah memahami materi.
REKOMENDASI
- Bila melihat hasil PSP masyarakat dan kader dasawisma, dan dihubungkan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah maka program promosi kesehatan di bidang eliminasi penyakit kaki gajah dalam bentuk penyuluhan harus dilakukan lebih intensif.
- Perlu dipertimbangkan penggunaan beberapa istilah/ bahasa setempat pada modul filariasis.
DAFTAR PUSTAKA