Oleh Evi Susanti, Subandi dan Tri Maryami (Dosen Biokimia Universitas Negeri Malang).
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk: (1) mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tempe terhadap mortalitas larva nyamuk DBD, (2) menentukan nilai LC50 limbah cair tempe terhadap larva nyamuk DBD, dan (3) mengetahui pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap aktivitas larvasidanya. Limbah cair tempe berasal dari proses perendaman biji kedelai yang telah direbus setengah matang, selama 1 hari yang diperoleh dari outlet limbah pada sentra industri pengrajin tempe di Sanan, Malang. Larva nyamuk yang digunakan adalah larva nyamuk Aedes aegypty. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:(1) semakin tinggi konsentrasi limbah cair tempe mengakibatkan semakin besar kematian larva nyamuk DBD. Limbah cair tempe dapat membunuh 100% larva nyamuk DBD pada konsentrasi ≥ 80% dan selama 48 jam, (2) analisis regresi probit dengan program SPSS 13 terhadap data hasil uji sifat larvasida limbah cair tempe pada berbagai konsentrasi terhadap larva nyamuk Aedes aegypty, menunjukkan bahwa selama waktu pengujian 24 jam menghasilkan LC50 pada konsentrasi 35% dan selama waktu pengujian 48 jam menghasilkan LC50 pada konsentrasi 20,4%, dan (3) waktu penyimpanan sampai hari ke-7 relatif tidak mempengaruhi sifat larvasida limbah cair tempe, sedangkan perlakuan pendinginan selama penyimpanan dan autoklaf sebelum digunakan sebagai larvasida mengakibatkan turunnya aktivitas limbah cair tempe sebagai larvasida.
Kata-kata kunci: limbah, tempe, larvasida dan nyamuk
PENDAHULUAN
Nyamuk berpotensi untuk menularkan berbagai jenis penyakit seperti malaria, kaki gajah dan demam berdarah. Penyakit demam berdarah dengue ditularkan antar manusia melalui gigitan nyamuk demam berdarah dengue (BDB) Aedes aegypty. Obat yang spesifik untuk mengobati penyakit demam berdarah hingga saat ini belum ditemukan, sehingga upaya penanggulangannya merupakan hal yang penting untuk memberantas penyebaran penyakit ini. Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan adalah memutuskan rantai penularan melalui pengendalian vektor pembawa penyakit tersebut. Metoda yang umum dilakukan adalah dengan pengasapan, tetapi metoda ini kurang efektif karena hanya membunuh nyamuk dewasa, sedangkan jentik nyamuk-nya tidak mati (Tempo, 2004). Akibatnya pengasapan harus dilakukan secara berkala dan terus menerus. Padahal pelaksanaan metoda ini cukup merepotkan dan memakan biaya yang agak mahal. Metoda pengendalian nyamuk pembawa DBD yang lebih efektif dan sederhana adalah dengan menggunakan larvasida yang mampu membunuh larva nyamuk pada genangan air yang menjadi sarang nyamuk tersebut, terutama genangan air yang berada di lingkungan luar rumah seperti selokan dan cekungan-cekungan air permukaan.
Selama ini banyak digunakan larvasida sintetis dalam pengendalian larva nyamuk. Penggunaan larvasida sintetik secara terus-menerus dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. Dampak paling utama adalah munculnya efek resistensi, sehingga diperlukan larvasida alamiah sebagai larvasida alternatif untuk pengendali larva nyamuk. Larvasida alamiah tersebut hendaknya murah, tidak berbahaya bagi lingkungan dan mudah digunakan. Limbah cair industri pembuatan tempe diduga memiliki potensi yang baik sebagai larvasida alamiah. Ketersediaannya di Malang sangat melimpah tetapi pemanfaatanya masih sangat terbatas. Malang terkenal sebagai sentra usaha pembuatan tempe terbesar di Indonesia. Salah satunya ada di daerah Sanan, Desa Purontoro, Kecamatan Blimbing, Malang, Jawa Timur. Hingga kini di Sanan tercatat ada sekitar lima ratus pengrajin dengan produksi 30 ton tempe sehari” (Rooshany). Perebusan dan perendaman kedelai pada proses pembuatan tempe dilakukan untuk mengurangi asam fitat dalam kedelai (Suriawiria, 2001), juga berfungsi untuk mengurangi bahan anti gizi lainnya. Maka, limbah cair tempe mengandung berbagai zat anti gizi, diantaranya asam fitat.
Asam fitat merupakan kelompok senyawa inositol yang mempunyai enam gugus fosfat seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. Berdasar analisis X-ray, Costello dalam Kerovou (2000) menyimpulkan bahwa enam kelompok fosfat pada daerah asam kuat (pKa 1,1 hingga 2,1), satu pada daerah asam lemah(pKa 5,70), dua dengan pKa 6,80 hingga 7,60, dan tiga pada asam sangat lemah (pKa 10,0 hingga 12,0).
Gambar 1. Konformasi Struktur Myo-Inositol atau 1,2,3,4,5,6-Heksakis (Di-hidrogen Fosfat) (Kerovuo, 2000)
Hal ini menunjukkan asam fitat mempunyai mempunyai potensi untuk membentuk kompleks dengan kation dan protein yang bermuatan positif pada saat molekul asam fitat berubah menjadi bermuatan sangat negatif pada daerah pH yang luas. Struktur ini menjelaskan kenyataan bahwa asam fitat merupakan salah satu zat anti gizi yang bersifat larvasida karena struktur asam fitat mengakibatkan asam fitat mudah berinteraksi dengan protein membentuk protein yang tidak larut. Terbentuknya protein yang tidak larut ini dapat mempengaruhi metabolisme mahluk hidup. Pada manusia efek negatifnya baru dapat diamati dalam jangka waktu yang lama yaitu gangguan kesehatan seperti anemia zat besi, pertumbuhan yang tidak nomal atau penyakit rakhitis (Pangastuti dan Triwibowo, 1996), sedangkan pada organisme tingkat rendah seperti larva nyamuk diduga dapat menyebabkan kematian. Tujuan dari penelitian ini untuk: (1) mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tempe terhadap mortalitas larva nyamuk DBD, (2) menentukan nilai LC50 limbah cair tempe terhadap larva nyamuk DBD, dan (3) mengetahui pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap aktivitas larvasidanya.
METODE PENELITIAN
Pemeliharaan larva nyamuk
Pemeliharaan larva dilakukan menurut cara kerja sebagai berikut: telur dipindahkan ke dalam bak plastik yang sudah diisi dengan air. Makanan larva (liver powder yang sudah dicairkan dengan akuades) ditempatkan pada beberapa bagian bak dan diulangi sekali sehari hingga kurang lebih 6 hari. Penetasan telur larva dilakukan selama 24 hingga 48 jam
Persiapan Sampel
Limbah cair tempe disentrifuge 2000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terpisah disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan sebagai sampel larvasida.
Uji aktivitas larvasida limbah cair tempe pada larva nyamuk Aedes Aegypti
Sampel diencerkan hingga diperoleh variasi konsentrasi limbah cair tempe 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Kontrol negatif berupa akuades sedangkan kontrol positif berupa abate 0,1 g/L. Masing-masing perlakuan diujikan ke larva nyamuk yang berjumlah 40 ekor. Pengamatan jumlah nyamuk yang mati dilakukan pada jam ke-12,24, 36 dan jam ke-48.
Pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap aktivitas larvasida limbah cair tempe pada larva Aedes Aegypti
Sampel disimpan selama 3 dan 7 hari, masing-masing diberi perlakuan sebagai berikut: (1) tanpa dindinginkan selama waktu penyimpanan dan tanpa diautoklaf sebelum uji larvasida dilakukan; (2) tanpa dindinginkan selama waktu penyimpanan dan diautoklaf sebelum uji larvasida dilakukan; (3) didinginkan pada suhu 4oC selama waktu penyimpanan dan tanpa diautoklaf sebelum uji larvasida dilakukan; dan (4) didinginkan pada suhu 4oC selama penyimpanan dan diautoklaf sebelum uji larvasida dilakukan. Supernatan yang telah diberi perlakuan disaring lagi. Filtrat yang diperoleh ditentukan nilai pH dan kadar fosfatnya dan diujikan pada larva nyamuk yang berjumlah 40 ekor. Pengamatan dilakukan pada jam ke-12, 24, 36 dan 48. Sebagai kontrol negatif digunakan air dan kontrol positif digunakan abate. Sebagai pembanding digunakan limbah cair tempe yang tidak disimpan.
Penentuan kadar fosfat dalam sampel
Analisis kadar fosfat dalam sampel dilakukan duplo dengan cara masing-masing dipipet sebanyak 5 ml, diencerkan dengan akuades hingga volume 30 ml, dipindahkan ke dalam beaker glass 100 ml, selanjutnya kedalam beaker glass ditambahkan 4 ml larutan ammonium molibdat dalam asam sulfat, ditambahkan 5 tetes asam sitrat, di tutup dengan gelas arloji, selanjutnya dipanaskan diatas hotplate sampai mendidih, dalam keadaan panas ditambahkan 0,1 g kristal askorbat sehingga menjadi larutan berwarna biru. Didihkan 1 menit lagi dan di tutup kembali dengan gelas arloji. Diangkat dan didinginkan pada suhu ruang, kemudian cairan berwarna biru ini dipindahkan kedalam labu takar 100 ml diencerkan dengan akuades hingga tanda batas dan dikocok.Warna biru yang timbul diukur dengan alat spektrofotometer (Spektronik-20) pada panjang gelombang maksimalnya. Larutan standar fosfat yang digunakan adalah 0,4; 0,8 ; 1; 1,2; dan 1,4 mg/L PO43--P.
Analisis Data
Secara umum analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif naratif kecuali pada penentuan LC50 (Lethal Concentration). Penentuan LC50 dilakukan dengan metoda analisis probit, merupakan metode perhitungan untuk mendapatkan nilai toksisitas (daya racun) suatu jenis racun terhadap hewan uji. Analisis probit dilakukan dengan program regresi pada SPSS 13. Analisis dengan program ini dilakukan karena menunjukkan hubungan variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) (Edhi dalam Trirahayu, 2006).
Y = A +BX
Keterangan : Y = jumlah hewan uji yang mati; X = Variasi konsentrasi hewan uji; A = Bilangan konstan; B = Koefisien prediktor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyiapan Sampel
Proses penyaringan hasil sentrifugasi limbah cair tempe pada tahap penyiapan sampel menghasilkan filtrat jernih, yang selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk uji larvasida. Jika sampel tersebut mengindikasikan adanya aktivitas larvasida maka dapat digunakan sebagai dasar bahwa zat aktif dalam limbah tempe yang bersifat larvasida mempunyai sifat larut dalam air.
Tabel 1. Perbedaan Fisik Limbah Cair Tempe Sebelum dan Sesudah Filtrasi
No. | Sifat fisik | Sebelum perlakuan | Sesudah perlakuan |
1. | Warna | Kuning | Kuning |
2 | Kejernihan | Keruh | Lebih jernih |
Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tempe Terhadap Sifat Larvasidanya
Filtrat limbah tempe dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% yang diujikan pada 40 ekor larva nyamuk Aedes aegypti menghasilkan data seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Konsentrasi limbah cair tempe berpengaruh terhadap aktivitas larvasida yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair tempe yang diujikan maka persentase larva nyamuk yang mati juga semakin besar. Kenyataan ini menguatkan dugaan bah-wa limbah cair tempe mengandung suatu senyawa aktif yang bersifat sebagai larvasida. Ber-dasarkan Tabel 2 dapat dinyatakan bahwa konsentrasi limbah cair tempe yang mampu membunuh 100% hewan uji pada jam ke-48 adalah limbah cair tempe dengan konsentrasi ≥80%. Dibandingkan dengan aktivitas larvasida dari kontrol positif yang digunakan (abate 0,1 g/L) maka aktivitas larvasida limbah cair tempe lebih rendah daripada abate. Hal ini diduga karena (1) jumlah zat aktif yang bersifat sebagai larvasida dalam limbah cair tempe lebih sedikit dari pada jumlah zat aktif dalam kontrol positif, sehingga jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah zat aktif yang terdapat di dalam kontrol atau (2) jenis zat aktif dalam limbah cair tempe berbeda dengan zat aktif pada kontrol sehingga mekanisme dan kemampuannya sebagai larvasida juga berbeda.
Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Limbah Tempe terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti.
No. | Konsentrasi (%)
limbah tempe |
Rata-rata persentase kematian pada jam ke- |
|||
12 |
24 |
36 |
48 |
||
1 | Kontrol negatif |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 | 20 |
15 |
16,25 |
16,25 |
17,50 |
3 | 40 |
77,50 |
77,50 |
77,50 |
97,50 |
4 | 60 |
88,75 |
92,50 |
92,50 |
96,25 |
5 | 80 |
80,00 |
81,25 |
90,00 |
100,00 |
6 | 100 |
86,25 |
90,0 |
91,30 |
100,00 |
7 | Kontrol positif |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
Penentuan LC50 Limbah Cair Tempe Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti
Penentuan LC50 didasarkan data hasil percobaan sebelumnya yang ditunjukkan pada Tabel 2, pada waktu pengamatan jam ke-24 dan 48. Berdasarkan perhitungan dan analisis dengan program SPSS 13, diperoleh nilai LC50 pada pengamatan 24 jam sebesar 34,978% dan LC50 pada pengamatan 48 jam sebesar 20,367%. Hasil tersebut berasal dari hasil regresi probit SPSS 13 seperti yang dirangkum pada Tabel 3. Model regresi ini dapat dipakai untuk memprediksi kematian larva nyamuk terhadap konsentrasi limbah tempe .
Tabel 3. Persamaan Regresi Probit Menggunakan SPSS 13
Pengamatan | Fhit |
Sig. (p-level) |
Persamaan regresi |
r |
R2 |
24 jam | 11.496 |
0.000 |
Y = -2,441 + 4,500X |
0,958 |
0,918 |
48 jam | 77.711 |
0.000 |
Y = -5,178 + 6.866X |
0,941 |
0,886 |
Total |
|
|
|
Koefisien determinasi (r2 ) pada pengamatan 24 jam sebesar 0,918, artinya kontribusi konsentrasi limbah cair tempe sebagai penyebab kematian larva nyamuk sebesar 91,8% sedangkan kontribusi dari faktor lainnya sebesar 8,2%. Koofesien determinasi pada pengamatan 48 jam sebesar 0,886 yang berarti bahwa konsentrasi limbah cair tempe sebagai penyebab kematian larva nyamuk sebesar 88,6% sedangkan kontribusi dari faktor lainnya sebesar 11,4%.
Pengaruh Waktu dan Suhu Penyimpanan Terhadap Daya Larvasida Limbah Tempe
Persentase kematian larva nyamuk selama waktu pengamatan pada berbagai perlakuan yang diberikan pada limbah cair tempe untuk mempelajari pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap daya larvasidanya ditunjukkan pada Tabel 4.
Secara umum hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata terjadi pening-katan persentasi kematian larva nyamuk antara limbah cair tempe yang disimpan selama 3 hari dan 7 hari. Peningkatan persentase tersebut mengindikasikan bahwa daya larvasida limbah cair tempe meningkat jika disimpan selama 7 hari. Tetapi indikasi ini tidak relevan dengan data kontrol positifnya. Daya larvasida pada kontrol positif secara teoritis bersifat stabil sehingga persentase kematian larva nyamuk pada kontrol positif seharusnya konstan, tetapi waktu pengamatan 4 jam mengalami kenaikan persentase kematian larva nyamuk hampir 100% yaitu dari 11,3 % menjadi 20,0 %. Kenaikan persentase kematian larva nyamuk pada kontrol positif menunjukkan bahwa kondisi uji larvasida terutama kondisi viabilitas larva nyamuk yang digunakan pada hari ke-3 dan ke-7 tidak sama. Akibatnya kenaikan daya larvasida pada limbah cair tempe yang mendapat perlakuan kemungkinan bukan berasal dari pengaruh perlakuan yang diberikan melainkan karena kondisi pengujian yang tidak sama. Asumsi ini juga didukung dengan data kenaikan persentase kematian larva nyamuk pada limbah cair yang diberi perlakuan rata-rata ≤ 20%. Nilai ini jauh lebih rendah daripada yang dihasilkan pada kontrol positif. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa waktu penyimpanan 3 hari dan 7 hari tidak mempengaruhi daya larvasida limbah cair tempe.
Tabel 4. Pengaruh Penyimpanan Limbah Cair Tempe terhadap Sifat larvasidanya
No | Perlakuan |
Hari ke- |
Persentase kematian pada pengamatan (jam) |
||||
|
4 |
12 |
24 |
36 |
48 |
||
1. | Kontrol ( – ) (akuades) |
3 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
7 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
||
2. | Pendinginan dan autoklaf |
3 |
23,8 |
30,0 |
33,8 |
88,8 |
98,8 |
7 |
43,8 |
45,0 |
53,8 |
87,5 |
100 |
||
3. | Pendinginan dan tanpa autoklaf |
3 |
41,3 |
53,8 |
62,5 |
93,8 |
100 |
7 |
65,0 |
65,0 |
76,3 |
100 |
100 |
||
4. | Tanpa pendinginan dan autoklaf |
3 |
37,5 |
66,3 |
83,8 |
96,3 |
98,8 |
7 |
75,0 |
90,0 |
96,3 |
100 |
100 |
||
5. | Tanpa pendinginan dan tanpa autoklaf |
3 |
42,5 |
83,8 |
93,8 |
100 |
100 |
7 |
57,5 |
73,8 |
90,0 |
100 |
100 |
||
6. | Kontrol (+) (Abate 0,1 g/L) |
3 |
11,3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
7 |
20,0 |
100 |
100 |
100 |
100 |
Karakteristik limbah cair yaitu kadar fosfat dan pH serta daya larvasida pada limbah cair yang diberi perlakuan ditunjukkan pada Tabel 5. Kedua data tersebut digunakan untuk menjelaskan karakteristik zat aktif dalam limbah cair tempe yang bersifat larvasida Kadar fosfat dan pH pada limbah cair yang disimpan tanpa pendinginan selama 3 hari dan 7 hari baik yang diautoklaf maupun tanpa diautoklaf mengalami perubahan yang drastis. Nilai pH meningkat dari 4,3 menjadi 7 dan kadar fosfat turun menjadi hanya 0,613 mg/L.
Tabel 5a. pH, Kadar Fosfat dan Daya Larvasida pada berbagai Perlakuan Limbah Cair Tempe yang Disimpan Selama 3 dan 7 hari (Tanpa Autoklaf).
Perlakuan | Kondisi |
Hari ke- |
|||||
0 |
3 |
7 |
|||||
Tanpa pendinginan | pH |
4,4 |
4,3 |
7 |
|||
Pendinginan |
4,4 |
4,4 |
|||||
Tanpa pendinginan | Kadar fosfat |
1,551 mg/L |
1,788 mg/L |
0,613 mg/L |
|||
Pendinginan |
1,813 mg/L |
1,817 mg/L |
|||||
Daya larvasida
(Persen-tase Kematian) |
24 jam |
48 jam |
24 jam |
48 jam |
24 jam |
48 jam |
|
Tanpa Pendinginan |
90 % |
100% |
93,8% |
100% |
96,3% |
100% |
|
Pendinginan |
62,5% |
100% |
76,3% |
100% |
Tabel 5b. pH, Kadar Fosfat dan Daya Larvasida pada berbagai Perlakuan Limbah Cair Tempe yang Disimpan Selama 3 dan 7 hari (Autoklaf).
Perlakuan |
Pengukuran |
Hari ke- |
|||||
0 |
3 |
7 |
|||||
Tanpa pendinginan |
pH |
4,4 |
4,3 |
7 |
|||
Pendinginan |
4,4 |
4,4 |
|||||
Tanpa pendinginan |
Kadar fosfat |
1,613 mg/L |
1,809 mg/L |
0,616 mg/L |
|||
Pendinginan |
1,864 mg/L |
1,866 mg/L |
|||||
Daya larvasida (Persentase Kematian) |
24 jam |
48 jam |
24 jam |
48 jam |
24 jam |
48 jam |
|
Tanpa Pendinginan |
– |
– |
83,8% |
98,8% |
90,3% |
100% |
|
Pendinginan |
33,8% |
98,8% |
53,8% |
100% |
Tinggi rendahnya kadar fosfat berbanding terbalik dengan konsentrasi asam fitat yang diduga sebagai zat aktif larvasida dalam limbah cair tempe. Semakin tinggi kadar fosfat semakin rendah asam fitat karena kenaikan kadar fosfat berasal dari hidrolisis asam fitat menghasilkan asam orthofosfat, seperti dituliskan pada reaksi kimia berikut:
Asam fitat + nH2O
myo-inositol (fosfat)6-n + n asam ortofosfat.
Jika di duga zat aktif dalam limbah tempe adalah asam fitat maka daya larvasida sebanding dengan kadar asam fitat atau berbanding terbalik dengan kadar fosfatnya. Maka semakin rendah kadar fosfat semakin tinggi daya larvasidanya. Tetapi, data pengamatan pada Tabel 5 tidak menunjukkan hal yang demikian, penurunan kadar fosfat yang tajam tidak diiringi dengan kenaikan daya larvasida yang signifikan. Kenaikan larvasida sangat rendah, bahkan jika asumsi kondisi pengujian larvasida yang tidak sama benar maka kenaikan tersebut sangat tidak berarti. Berdasarkan uraian tersebut maka diajukan beberapa hipotesis mengenai zat aktif larvasida yang terdapat dalam limbah cair tempe, yaitu: (1) terdapat zat aktif selain asam fitat yang bersifat sebagai zat aktif larvasida dalam limbah cair tempe, (2) zat aktif tersebut stabil selama penyimpanan 3 dan 7 hari, (3) zat aktif tersebut stabil pada pH 4 dan 7 dan (4) zat aktif tersebut bukan senyawa organofosfat.
Untuk menganalisis pengaruh suhu selama penyimpanan terhadap daya larvasida limbah cair tempe maka diambil dari hasil pengamatan pada limbah cair tempe yang disimpan selama 3 hari, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Suhu penyimpanan mempengaruhi daya larvasida limbah cair tempe baik pada limbah cair tempe yang diautoklaf maupun tidak diautoklaf mengalami penurunan daya larvasida yang signifikan tetapi pH dan kadar fosfat tetap. Jika asam fitat merupakan zat satu-satunya yang bersifat larvasida maka penurunan daya larvasida akan diikuti kenaikan kadar fosfat. Hal ini menguatkan dugaan bahwa ada zat aktif larvasida selain asam fitat dan zat aktif tersebut tidak stabil pada suhu dingin. Perlakuan autoklaf pada limbah cair tempe akan menurunkan daya larvasidanya (Tabel 6). Kadar fosfat pada limbah cair tempe yang mendapatkan perlakuan autoklaf mengalami sedikit peningkatan. Hal ini diduga karena senyawa organofosfat termasuk asam fitat terhidrolisis akibat pemanasan selama autoklaf.
Tabel 6. pH, Kadar Fosfat dan Daya Larvasida pada berbagai Perlakuan Limbah Cair Tempe yang Disimpan Selama 3 hari.
Perlakuan Tanpa Autoklaf |
pH |
Kadar fosfat (mg/L) |
Daya Larvasida (Persentase Kematian) |
||
|
|
24 jam |
48 jam |
||
Tanpa pendinginan |
4,3 |
1,788 |
93,8 |
100 |
|
Pendinginan |
4,4 |
1,813 |
62,5 |
100 |
|
Kontrol positif |
– |
– |
90,0 |
100 |
|
Perlakuan Autoklaf |
pH |
Kadar fosfat (mg/L) |
Daya Larvasida (Persentase Kematian) |
||
|
|
24 jam |
48 jam |
||
Tanpa pendinginan |
4,3 |
1,809 |
83,8 |
98,8 |
|
Pendinginan |
4,4 |
1,864 |
33,8 |
98,8 |
|
Kontrol positif |
– |
– |
90,0 |
100 |
|
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Semakin tinggi konsentrasi limbah cair tempe mengakibatkan semakin besar kematian larva nyamuk Aedes aegypty. Limbah cair tempe dapat membunuh 100% larva nyamuk Aedes aegypty pada konsentrasi ≥ 80% dan selama 48 jam
- Analisis regresi probit dengan program SPSS 13 terhadap data hasil uji sifat larvasida limbah cair tempe pada berbagai konsentrasi terhadap larva nyamuk Aedes aegypty, menunjukkan bahwa selama waktu pengujian 24 jam menghasilkan LC50 pada konsentrasi 35% dan selama waktu pengujian 48 jam menghasilkan LC50 pada konsentrasi 20,4%.
- Waktu penyimpanan sampai hari ke-7 relatif tidak mempengaruhi sifat larvasida limbah cair tempe, sedangkan perlakuan pendinginan selama penyimpanan dan autoklaf sebelum digunakan sebagai larvasida mengakibatkan turunnya aktivitas limbah cair tempe sebagai larvasida.
Saran-saran
Beberapa hal yang perlu disarankan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan limbah cair tempe sebagai larvasida diantaranya:
- Kontrol negatif menggunakan air yang digunakan untuk merendam kedelai pada proses pembuatan tempe yang limbah cairnya digunakan sebagai sampel penelitian.
- Perbandingan jenis dan jumlah kedelai yang direndam dengan air perendam dibuat konstan sehingga konsentrasi limbah cair tempe yang dihasilkan juga konstan
- Perbandingan larvasida dari berbagai jenis limbah cair tempe yang dihasilkan selama proses pembuatan kedelai.
- Identifikasi dan karakterisasi senyawa aktif dalam limbah cair tempe yang bersifat larvasida
DAFTAR PUSTAKA