[Makalah di presentasikan dalam Seminar Hasil Penelitian Program Hibah Kompetitif Prioritas Nasional di Lembaga Penelitian Unmul, Tgl 10 Desember 2009].
Sudrajat , Dwi Susanto, Djoko Mintargo , Rudi Kartika (Dosen FMIPA UNMUL).
ABSTRAK
Latar Belakang dan Tujuan :
Penelitian ini bertujuan mengkaji bioprospeksi Sirih hutan (P.aduncum L) lokal yang berasal dari hutan Kalimantan Timur, identifikasi zat bioaktif, analisis hasil rendemen zat bioaktif yang diperoleh dan uji efektivitas daya racun setiap fraksi sebagai larvasida nyamuk A.aegypti L.
Metode :
Penelitian lapangan dilakukan untuk mempelajari karakteristik bioekologi ( biofisik) P. Aduncum L meliputi keadaan biomorfologi, penyebaran, dominansi, status trofik. Metode pengumpulan data tumbuhan dilakukan dengan metode transek dengan sub-unit contoh petak ukur berbentuk kuadrat berukuran 10 x 10 m. Dalam setiap petak ukur dilakukan pengamatan terhadap semai, sapihan dan tingkat tiang.Parameter yang diamati meliputi jenis, jumlah individu dan diameter untuk tingkat tiang. Penelitian Laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi zat bioaktif setiap fraksi secara fitokimia dan uji efektivitas daya racunnya.Ekstrak kasar dan hasil fraksinasi dilakukan terhadap bagian daun dan batang dengan pelarut yang sesuai, kemudian dilakukan bioassay terhadap A.salina Leach ( BSLT) untuk memperlihatkan nilai LC50 setelah 24 jam pemaparan. Sedangkan bioassay terhadap A.aegypti L mengikuti protokol WHO dengan sedikit modifikasi.
Hasil :
P.aduncum L asal lokal Samarinda, Kalimantan Timur memiliki perawakan dengan diameter batang antara 1,33 Cm – 9,72 Cm , hidup menyebar pada tepi-tepi hutan sekunder terdegradasi, bekas jalan logging, pinggir jalan raya, tebing-tebing bukit, bekas-bekas kebun tak terawat, hutan karet dan lahan-lahan terdegradasi. Hidup berasosiasi dengan tumbuhan bawah ( understory). Tumbuhan ini memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat hidup pada aneka ragam lahan yang memiliki status tanah dengan ketersediaan unsur hara N,P,Na+,Ca++ dan Mg + antara sangat buruk s.d. buruk.
Senyawa aktif hasil pemisahan ( ekstraksi) terhadap bagian daun dan batang P.aduncum L yang dapat diidentifikasi dalam ekstrak heksan, ekstrak air dan ekstrak kloroform adalah jenis senyawa golongan flavonoid, steroid dan saponin. Untuk pemakaian sebagai bahan larvasida nyamuk , fraksi yang paling efektif untuk membunuh A.aegypti L adalah hasil ekstraksi terhadap bagian daun dengan daya racun hampir 200 % dibandingkan ekstrak batang.
Interpretasi dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak dari P. aduncum L. memiliki potensi sebagai larvasida pembasmi nyamuk A.aegypti L. dan bersifat prospektif sebagai sumber bahan baku larvasida.
Kata-Kata Kunci : Bioprospeksi- P.aduncum L– Zat bioaktif – larvasida A. Aegypti L
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit demam akibat dengue di kawasan tropika telah mencapai lebih dari dua abad, namun masalah transmisi virus oleh nyamuk pada manusia hingga saat ini masih menjadi masalah utama. A. aegypti (Diptera: Culicidae) adalah suatu vektor arbovirus yang dapat menimbulkan demam kuning ( yellow fever) pada manusia di seluruh penjuru dunia, terumata di daerah tropika. Nyamuk ini juga merupakan vektor penyakit dengue hemorrhagic fever (DHF) dan bersifat endemik di daerah Asia Tenggara, Kepulauan Pacific, Africa dan America ( The Center for Disease Control, 2007).
Di taksir sekitar 2.5 milyar penduduk saat ini memiliki risiko terhadap dengue fever (DF), DHF, dan dengue shock syndrome (DSS). Ukuran dan penyebaran dengue adalah pandemi,tidak dapat diprediksi dari kasus epidemi dan sirkulasi strain virulen dan non-virulen DHF /DSS menjadi suatu model sendiri untuk penyakit infeksi darurat. Untuk mengatasi masalah ini telah dikembangkan vaccine virus dengue, namun hingga saat ini keberhasilannya masih menemui kendala ( National Institute of Allergy and Infectious Diseases, 2007).
Penggunaan insektisida sintetik dikenal sangat efektif, relatif murah, mudah dan praktis tetapi berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencarian terhadap bahan-bahan insektisida ramah lingkungan dan mudah terurai dengan mengembangkan salah satu insektisida alternatif dari ekstrak tumbuhan. Pengembangan bahan insektisida botani ini relatif bersifat kurang fitotoksis dan tidak menyebabkan akumulasi residu di dalam flora, fauna, tanah dan lingkungan. Hal ini disebabkan struktur senyawa kimia yang terkandung di dalamnya terdiri dari karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen, sehingga insektisida ini di alam mudah terdegradasi ( Metcalf & Luckmann, 1982).
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida adalah Piper aduncum L. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Bernard, et al, 1995 yang menyatakan bahwa daun Piper spp (Piperaceae) menghasilkan zat bioaktif antara lain zat phenylpropanoids, lignoids dan flavonoids. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Gottlieb et al, (1981), menyatakan bahwa senyawa phenylpropanoid bersifat insektisida,khususnya senyawa dimethoxy-4,5-methylenedioxy-allylbenzene (dillapiol).
Mengingat Tumbuhan P.aduncum hidup liar, kosmopolitan, cepat tumbuh, dan mendominasi kawasan-kawasan hutan terdegradasi dan lahan terlantar berpotensi sebagai sumberdaya alam hayati yang melimpah. Sedangkan kebutuhan masyarakat akan obat-obatan terus bertambah ( selama ini harus mengimpor dari luar), maka perlu dilakukan kajian bioprospek obat-obatan dari bahan botani. Dalam jangka panjang, pengembangan dan pemanfaatan plasma nuftah melalui teknologi pemanenan molekul zat bioaktif ( moleculer harvesting) terhadap P.aduncum L berpotensi sebagai salah satu sumberdaya ekonomi di wilayah-wilayah yang selama ini menggantungkan sumber kehidupannya terhadap hutan.
1.2.Tujuan Umum
Untuk memperoleh temuan baru dan mengembangkan senyawa baru dari Sirih hutan (P.aduncum L ) asal Kalimantan sebagai larvasida botani untuk mengontrol larva nyamuk A.aegypti L vektor virus dengue dan diperolehnya teknik budidaya yang tepat dalam rangka kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui agroindustri.
1.2.3. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan khusus yang dijabarkan berdasarkan tujuan umum di atas adalah sebagai berikut:
Tahun 2009 :
- Mendeskripsikan karakter bioekologi ( biomorfologi, penyebaran) dan identifikasi zat bioaktif bermanfaat sebagai larvasida dalam daun, dan kayu/ kulit tumbuhan P.aduncum L
- Memperoleh gambaran rendemen kandungan zat bioaktif dan perbandingan efektivitas daya larvasida terhadap nyamuk A. Aegypti L antara fraksi-fraksi, isolat-isolat yang diperoleh ?
Tahun 2010:
- Penelitian teknik bioproses untuk pemisahan zat bioaktif Piper aduncum L dan pengaruh formulasi larvasida terhadap efektifvitas daya racunnya
Tahun 2011:
- Memperoleh informasi tentang kelayakan usaha aplikasi teknologi tepat guna ( good practice cultivation) di dalam budidaya P.aduncum L untuk menghasilkan zat bioaktif sebagai larvasida jentik nyamuk A.aegypti L ?
II METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Kota Madya Samarinda, Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan selama tiga tahun, yaitu mulai dari tahun 2009 s.d. tahun 2011
2.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tumbuhan , yaitu : daun, kulit dan kayu P.aduncum L yang diperoleh dari hasil sampling di lapangan. Bahan kimia ekstrak, yaitu metanol sebagai pelarut untuk maserasi bahan ekstrak, kloroform, hexana, DMSO, yeast, Artemia salina Leach, larva nyamuk Aedes aegypti L, akuades, bahan kimia untuk analisis tanah. Bahan kolonisasi nyamuk , yaitu : telur Aedes aegypti L; madu untuk makanan nyamuk jantan , kelinci sebagai sumber makanan darah untuk nyamuk betina dan bubuk hati untuk makanan larva.
Alat penelitian , yaitu tabung kaca bermulut lebar untuk tempat perendaman ekstrak, corong kaca dan kertas saring untuk menyaring filtrat; rotary evaporator untuk menguapkan pelarut ekstrak. Alat kolonisasi nyamuk terdiri atas : sangkar nyamuk ukuran 30x 30 x 30 Cm untuk pemeliharaan nyamuk; bak plastik ukuran 20 x 10 x 10 Cm untuk fiksasi kelinci saat digigitkan pada nyamuk; loyang plastik ukuran 30x20x6 cm untuk pemeliharaan larva; piper bermulut lebar untuk pemindahan larva dan pupa; kertas saring diameter 10 cm untuk koleksi telur, cangkir plastik dan kapas untuk tempat makanan nyamuk ( madu) dan gelas plastik untuk tempat pupa di sangkar nyamuk. Alat uji hayati terdiri atas; neraca analitik untuk menimbang ekstrak; gelas ukur untuk mengukur volume ekstrak; gelas beaker untuk tempat uji biolarvasida ; pengaduk kaca untuk homogenitas larutan; counter untuk menghitung jumlah larva uji; serta alat untuk mengukur faktor lingkungan yaitu termometer, higrometer dan pH meter.
|
|
Di maserasi dengan ethanol 95%
Dan dilakukan penyaringan
|
|
||||||||
Dirotary
evaporasi (50 o C)
|
partisi: Hexana-metanol-air
|
( 5:9:1)
|
Dirotary evaporasi (40 o C)
|
|
|
Rotary Evap.40 o C
|
|
|
|
||
Gambar. 3. Bagan alir Penelitian Bioprsopeksi tumbuhan P.aduncum L sebagai
bahan Larvasida A. aegypti L
2.3. Cara Penelitian
2.3.1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan untuk mempelajari karakteristik bioekologi ( biofisik) P. Aduncum L meliputi keadaan biomorfologi, penyebaran, dominansi,status trofik. Metode pengumpulan data tumbuhan dilakukan dengan metode transek dengan sub-unit contoh petak ukur berbentuk kuadrat berukuran 10 x 10 m. Dalam setiap petak ukur dilakukan pengamatan terhadap semai, sapihan dan tingkat tiang.Parameter yang diamati meliputi jenis, jumlah individu dan diameter untuk tingkat tiang. Selain itu juga dilakukan pendataan terhadap tumbuhan bawah. Untuk jenis jenis vegetasi yang belum dapat dikenali, bagian tumbuhan diambil untuk kemudian diidentifikasi.
Pengukuran data faktor lingkungan pada setiap releve/tipe lahan terlantar meliputi parameter pH tanah dan kandungan unsur hara tanah yang meliputi N, P, K, Ca, Na dan Mg. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium PPHT UNMUL. Sampel tanah yang dianalisis adalah 1 (satu) sampel komposit untuk masing-masing releve/tipe lahan. Sampel komposit tersebut diambil dari setiap jalur. Sampel tanah diambil rata dari permukaan atas sampai kedalaman 30 cm, sebanyak 0,5 kg per jalur, dicampur dengan sampel dari jalur lain.
Data vegetasi yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif analitik dengan membandingkan keadaan tumbuhan dari setiap petak ukur yang diamati.
2.3.2. Penelitian Laboratorium
Ekstraksi
Bagian-bagian tumbuhan Sirih Hutan ( Daun dan kulit batang dan kayu) secara bergantian ditumbuk halus dan dimaserasi dengan etanol 95 % selama 3 x 24 jam, sampai maserat berwarna bening. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan rota evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol kental daun/kulit dan kayu P.aduncum L. Ekstrak etanol yang diperoleh ( ekstrak kasar) kemudian diuji kandungan senyawa kimianya.
Ekstrak kasar kering dilarutkan dalam pelarut hexana-metanol-air. Fraksi air yang tersisa dikeringkan dengan freeze dryer. Pada fase hexana dan fase metanol –air kemudian dievaporasi pada suhu 50 o C. Fase hexana akan menghasilkan fraksi hexana dan kemudian dilakukan uji fitokimia dan uji toksisitas akut dan daya larvasidanya terhadap larva A.aegypti L. Hal yang sama dillakukan terhadap fase metanol-air dipartisi dengan pelarut CHCl3 –air ( 1:1). Partisi akan menghasilkan fraksi kloroform dan fraksi air, kemudian dilakukan uji fitokimia, uji toksisitas akut dan daya larvasidanya.
2.3.3. Identifikasi zat bioaktif
Pada penelitian identifikasi senyawa aktif ditujukan untuk menentukan golongan senyawa aktif apa yang terdapat di dalam setiap isolat dilakukan dengan uji busa untuk golongan saponin, uji warna dengan larutan SbCl3 dalam kloroform, uji warna Liebermann Buchard untuk menentukan adanya triterpenoid.
Identifikasi adanya senyawa alkaloid
Hasil ekstrak sampel ( ekstrak kasar) atau fraksi aktif sebanyak dua tetes dimasukkan ke dalam plat tetes dan ditambahkan pereaksi Dragendroff. Bila terjadi perubahan warna jingga sampai merah coklat berarti ekstrak mengandung senyawa alkaloid.
Identifikasi adanya senyawa saponin
Sebanyak dua tetes ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air panas,kemudian didinginkan, lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Bila terdapat senyawa saponin dalam ekstrak yang diuji, maka akan terbentuk buih mantap selama kurang lebih 10 menit. Tinggi buih 1 Cm sampai 10 Cm, dan buih tidak hilang jika ditambahkan 1 tetes HCl 2 N ( Harborne, 1987).
Identifikasi adanya senyawa flavonoid
Sebanyak dua tetes ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam plat tetes,ditambahkan serbuk Magnesium dan ditambahkan HCl pekat dua tetes. Bila terbentuk warna orange ( kuning-coklat), menunjukkan ekstrak mengandung flavonoid ( Harborne, 1987).
Identifikasi adanya senyawa triterpenoid
Sebanyak 1 ml ekstrak kasar atau fraksi aktif dimasukkan ke dalam plat tetes,ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrid ( AC20) dan 2 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan diaduk secara perlahan beberapa saat sampai kering. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid (Harborne, 1987).
2.3.4. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT.
Uji BSLT mengikuti metode Meyer et al., 1982 , dengan sedikit modifikasi. Uji ini digunakan untuk mempelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan telur udang Artemia salina Leach. Disiapkan bejana uji untuk penetasan telur udang Artemia. Di satu ruang dalam bejana tersebut diletakkan lampu pijar/neon 40-60 watt untuk menghangatkan suhu dalam penetasan ( 25-30 oC), sedangkan di ruang sebelahnya diberi air laut.Air laut dapat dibuat dengan kadar garam NaCl 15 g/L. Kedalam air laut dimasukkan ± 50-100 mg telur udang Artemia untuk ditetaskan. Kadar oksigen dijaga > 3 mg/L dengan cara memberikan aerator / blower ke dalam media dalam bejana pemeliharaan.
Telur akan menetas 24 jam menjadi Nauplii dan akan menuju daerah terang melalui sekat. Pada bagian telur ditutup dengan alumunium foil ( menjadi ruang gelap), dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan telur. Larva ( Nauplii) yang sehat bersifat fototropik dan siap dijadikan hewan uji setelah berumur 48 jam. Diambil larva udang Artemia yang akan diuji dengan pipet.
Larutan stok (induk) sampel dibuat dengan konsentrasi 50 mg dalam 5 ml metanol atau dengan pelarut lain yang sesuai, lalu dibuat serangkaian konsentrasi sebesar 1 , 10, 100, 200, 500, 1000 dan 1500 µg/ml ke dalam vial-vial ( bejana uji). Larutan uji dalam vial ( bejana uji) tersebut diuapkan sampai kering dan tidak mengandung pelarut organik. Untuk kontrol negatif ( blanko) diberi perlakuan sama seperti larutan uji tetapi tanpa ekstrak ( hanya diberi metanol dalam jumlah yang sama dengan sampel). Setiap konsentrasi dibuat tiga replikasi ( triplikat).Jika kelompok kontrol menunjukkan mortalitas > 5 %, maka pengujian di ulang kembali.
Ekstrak kering dalam vial ( bejana uji) dilarutkan dalam air laut secukupnya. Bila sampel tidak larut tambahkan 2 tetes larutan dimethyl sulfoxide (DMSO). Sepuluh ekor larva Artemia dipindahkan ke dalam masing-masing vial ( bejana uji) yang telah berisi senyawa uji dan ditambahkan air laut sampai volume 5 ml. Ke dalam setiap vial ( bejana uji) dimasukkan satu tetes suspensi ragi ( 0,6 mg/ml) sebagai pakannya. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dan tingkat toksisitas ditentukan dengan menghitung jumlah larva yang mati. Hasil dibandingkan dengan kontrol negatif.
jumlah kematian – jumlah kematian kontrol X 100 %
% kematian = —————————————————————–
Jumlah larva awal ( 10 )
2.3.5. Uji toksisitas terhadap larva nyamuk A.aegypti
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap kolonisasi nyamuk, pembuatan ekstrak daun, kulit dan kayu P.aduncum L.
(1). Pemeliharaan hewan Uji ( Kolonisasi nyamuk)
Maksud dilakukan kolonisasi larva nyamuk adalah untuk dapat menyediakan larva nyamuk sebanyak-banyaknya dengan jenis yang sama sesuai dengan kebutuhan. Cara kerja kolonisasi Aedes aegypti L dilakukan menurut WHO yang dimodifikasi. Urutan kerja kolonisasi nyamuk Aedes aegypti L dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu pemeliharaan, pemeliharaan pupa, pemeliharaan nyamuk dan koleksi telur.Kolonisasi nyamuk dimulai pada tahap telur dan berasal dari hasil tangkapan di lapangan, kemudian dipelihara dalam laboratorium dengan memberi makan berupa liver bubuk,hingga diperoleh telurnya. Kelompok telur ini kemudian ditetaskan sampai berbentuk larva instar III yang siap diberi perlakuan.
(2).Pengujian Ekstrak Tumbuhan Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti L
Ekstrak Tumbuhan dilakukan menggunakan methanol / ethanol dengan teknik maserasi. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan dengan rotavapor pada tekanan rendah dan suhu 40 C.Ampas dimaserasi dengan ethanol destilasi sehingga diperoleh ekstrak kering. Terhadap ekstrak ethanol dilakukan bioassay dengan larva Aedes aegypti L di dalam wadah yang berbeda konsentrasinya .
Bioassay dilakukan mengikuti panduan WHO ( 1981) dengan sedikit modifikasi. Minyak esensial dilarutkan dalam ethanol 95 % sebagai larutan stock. Dari larutan stock dibuat konsentrasi perlakuan 200, 100, 50, 25 dan 12.5 mg/lt ( ppm) dengan mengencerkannya menggunakan air destilasi dan setiap konsentrasi perlakuan di ulang 3 kali. Larutan uji diletakkan dalam beaker 250 ml dan diisi 20 ekor larva A.aegypti L stadium instar 3. Setiap set perlakuan eksperimen dikontrol dengan 3 ulangan yang berisikan 2 ml ethanol dan 198 ml air destilasi. Semua beaker glass dijaga di dalam suhu ruangan dan kematian ( mortalitas) larva dicatat selama 24-jam tanpa pemberian pakan.
2.4.Analisis Data
Data hasil penelitian kemudian ditabulasikan ke dalam tabel pengamatan, sedangkan hasil isolasi diuraikan secara deskriptif. Nilai dugaan kematian 50 % hari ( LC-50 dalam unit waktu ) ditentukan dengan menggunakan persamaan garis regresi antara log konsentrasi dan probit kematian ( Probit analisis). Efektivitas dari fraksi-fraksi terhadap larva Artemia salina Leach dinyatakan dalam LC-50 (ppm) duapuluh empat jam dan empat puluh delapan jam setelah perlakuan. Data LC-50 kemudian diperbandingkan, jika LC-50 tersebut memiliki konsentrasi kecil maka isolat tersebut sangat efektif dipergunakan sebagai larvasida dan sebaliknya.
III.HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian Tahun I (Tahun 2009) ini dibagi menjadi beberapa bagian yakni deskripsi bioekologi P.aduncum L asal Kalimantan Timur ( biomorfologi, jenis-jenis tumbuhan yang berasosiasi, diameter tegakan dan coverage, ketersediaan unsur hara tanah); skrening fitokimia untuk identifikasi senyawa aktif; efektivitas daya racun setiap fraksi fraksi sebagai dasar pertimbangan aplikasi pemanfaatannya di lapangan dan penemuan jenis-jenis senyawa aktif sebagai larvasida nyamuk A.aegypti L.
3.1. Biomorfologi P.aduncum L
Foto 1. Tumbuhan P.aduncum dari Samarinda , Kalimantan Timur yang diuji
daya larvasidanya terhadap larva nyamuk A.aegypti L
Deskripsi : Tinggi batang ada yang mencapai 8 meter atau lebih. Daun
kasar terasa berpasir jika diraba, batang beruas,
kedudukan daun saling alternatif. Petiola mengitari batang,
sistem perakaran dangkal. Hidup di lahan-lahan kering,
tumbuh sebagai pioner pada tanah dengan top soil tipis di
antara bebatuan dan hidup di areal terbuka akibat gangguan
Habitat P.aduncum L antara lain di tepi hutan sekunder, ujung hutan, bekas jalan
logging , tebing-tebing dan beberapa lahan terdegradasi.
Foto 2. Buah P. Aduncum L dari Samarinda , Kalimantan Timur yang diuji
daya larvasidanya terhadap larva nyamuk A.aegypti L
Keterangan : A. Ranting sedang berbuah
B. Buah Piper P.aduncum L
C.Potongan melintang buah P. aduncum L (perbesaran 4 X )
3.2. Keadaan bioekologi tempat hidup P.aduncum L
Hasil pengamatan di lapangan terhadap bioekologi dan diameter batang P.aduncum L pada berbagai tipe lahan , menunjukkan bahwa penyebaran P.aduncum L di Samarinda menyebar pada ketinggian lokasi antara 100 – 300 m dpl; tanah dengan pH 3,91 – 6.66 ; suhu lingkungan antara 25 o C – 29 o C ; hidup berasosiasi dengan tumbuhan antara satu jenis hingga enam jenis.
Jenis-jenis tumbuhan yang ada di sekitar tegakan P.aduncum L adalah Arhyrium sp; Axonopus sp; Costus sp; Chromolaena sp; Cleome sp; Colocasia sp; Centrosoma sp; Diplazium sp; Eupatorium sp; Helminthostary sp; Hyptis sp; Gleichenia sp; Uncaria sp; Lycopodium sp; Macaranga sp; Manihot sp; Melastoma sp; Mikania sp; Mimosa sp; Nephentes sp; Ephrolepis sp; Imperata sp; Ischaemum sp; Tectoria sp dan Trema sp. Jenis tumbuhan yang sering ditemukan berasosiasi dengan P. aduncum L adalah Ephrolepis sp; Helminthostary sp; Costus sp dan Hyptis sp.
3,2,1, Keadaan diameter ( Cm) dan Coverage P.aduncum L di berbagai tipe lahan
di Kota Samarinda
Hasil pengukuran diameter diameter dan coverage P. aduncum L pada berbagai tipe lahan disajikan dalam Tabel 3 dan 4. Diameter P.aduncum L terukur di lapangan antara 1.33 Cm sampai dengan 9,72 Cm. Rata-rata diameter terbesar berturut-turut dijumpai pada tipe lahan kebun terlantar di Sambutan ( petak S3, S2 ; S4 dan S3); diikuti pada lahan bekas kebun; hutan KRUS Unmul dan terkecil pada lahan kebun terlantar di Tanah Merah. Hal sama juga ditunjukkan oleh luas penutupan lahan oleh tumbuhan ini.
3.2.2. Keadaan Unsur-unsur Hara di bawah tegakan P.aduncum L di berbagai
tipe lahan di Kota Samarinda
Berdasarkan kriteria kualitas tanah dari PPAT Bogor 1983, P.aduncum L dapat hidup dalam tipe lahan yang berbeda dengan ketersediaan unsur-unsur hara N = 0,04 -0,12 % ( sangat buruk-buruk) ; P tersedia (Bray) = 0,06 – 13,64 ppm ( sangat buruk-buruk); K = 93,06 – 109,74 ppm ( sangat baik) ; Na+ = 0,1 – 0,43 Meq/100 g ( buruk-sedang); Mg++ = 0,2 – 1,33 Meq/100 g ( buruk – sedang). Dengan demikian, P.aduncum L memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat hidup pada aneka ragam lahan yang memiliki status tanah dengan ketersediaan unsur hara N,P,Na+,Ca++ dan Mg + antara sangat buruk s.d. buruk.
P.aduncum L sebagai salah satu jenis tumbuhan eksotik, menurut Ehrenfeld, J.G. 2003, memiliki sifat dapat meningkatkan laju dekomposisi. Jenis ini bersifat invasif, cenderung memiliki biomassa tegakan, produktivitas bersih primer ( net primary production) serta laju pertumbuhan yang cepat dibandingkan jenis lokal. Hal ini akan meningkatkan rasio ukuran dan laju pertumbuhan antara jaringan di atas tanah dengan jaringan di bawah tanah.
Hal lain yang menarik adalah keberadaan P.aduncum L dengan ketersediaan unrur K+ dalam tanah menunjukkan keadaan yang berbeda dibandingkan dengan ketersediaan unsur-unsur lainnya. Ketersediaan unsur K+ terukur 93.06-109.74 meq/100 g , hal ini menunjukkan ketersediaan unsur K+ di dalam tanah ini termasuk katagori sangat baik ( PPAT Bogor, 1983). Tingginya unsur K+ di dalam plot penelitian ini diduga erat kaitannya dengan tipe tanah yang didominasi oleh struktur lempung. Menurut Rosmarkam, A dan Yuwono,A.W. 2002., menyatakan bahwa tanah lempung kaya akan unsur hara K+. Selain itu K+ sering bersifat antagonis dengan unsur lain dan dapat menyebabkan kekahatan pada salah satu unsur hara.
3.3. Hasil Skrening Fitokimia terhadap P.aduncum L
Hasil identifikasi adanya senyawa metabolit sekunder terhadap setiap fraksi ekstrak daun dan batang P.aduncum L disajikan dalam Tabel 1. Dari Tabel 1 tersebut, terlihat bahwa ekstrak daun dan batang P.aduncum L dapat diidentifikasi adanya kelompok senyawa aktif saponin, steroid dan flavonoid di dalam ekstrak kasar. Di dalam fraksi air terdeteksi adanya saponin; senyawa steroid dalam fraksi heksan dan flavonoid pada fraksi kloroform sampel daun dan batang. Sebaliknya senyawa alkaloid tidak terdeteksi pada seluruh fraksi.
Tampak ekstrak batang dalam fraksi kloroform terdeteksi adanya senyawa flavonoid. Menurut Harbone, 1987, flavonoid merupakan turunan senyawa flavon. Senyawa ini terutama dalam bunga dan tersebar luas pada daun. Senyawa ini menurut Sarmoko, 2009, berasal dari senyawa chalcone yang berkhasiat sebagai obat kanker. Orjala et al., 1994., melaporkan bahwa P.aduncum L mengandung aduncamida, aduncin A,B,C; minyak atsiri; benzenoid; oksigen heterosiklik; steroid; fenilpropa; flavonoid; dihidrochalcone; piperaduncin A,B dan C; 2 ‘,4’,6’-trihidroksi;4-metoksi-dihidrochalcone(TMHC);2’,6’-dihidroksi-4’; metoksidihidro chalcone ( DMHC), asebogenin dan saponin.
Tabel 1. Hasil Skrening Fitokimia tiap-tiap Faksi dari Ekstrak P.aduncum L
Metabolit sekunder |
Sample Daun |
Sample Batang |
||||||
Heksan |
CHCl3 |
Air |
Ekstrak kasar |
Heksan |
CHCl3 |
Air |
Ekstrak kasar |
|
Saponin |
– |
– |
+ |
++ |
– |
– |
+ |
++ |
Triterpenoid |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
Steroid |
+ |
– |
– |
+ |
+ |
– |
– |
+ |
Flavonoid |
– |
+ |
– |
+ |
– |
– |
– |
+ |
Alkaloid |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
– |
Keterangan: + terdeksi, – tidak terdeteksi
3.4. Potensi daya Racun ( Uji Bhrine Saline Lethal Test )
Hasil uji daya racun terhadap A.salina Leach setiap fraksi dari ekstrak sampel daun dan batang P.aduncum L disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan uji sitotoksik menggunakan metode BSLT diketahui bahwa dari enam fraksi ekstrak daun dan batang P.aduncum L bersifat racun. Sifat toksik ini diketahui dari nilai LC50-24 jam terhadap A.salina Leach yakni antara 11.8 – 66.2 ppm. Suatu zat dikatakan aktif ( toksis) bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk esktrak bahan dan < 30 ppm untuk suatu senyawa. Sifat toksis dari daun dan batang P.aduncum L erat kaitannya dengan kandungan senyawa yang ada di dalamnya antara lain saponin, steroid dan flavonoid.
Dari Tabel 2, tampak bahwa daya racun ( LC50-24 jam) terhadap A.salina L tertinggi ditunjukkan oleh fraksi heksan batang ( 11,8 ppm) diikuti oleh fraksi kloroform batang ( 15,5 ppm); fraksi heksan daun ( 19.5 ppm); fraksi kloroform daun ( 22.1 ppm); fraksi air daun ( 28.1 ppm) dan fraksi air batang ( 66.2 ppm).
Tabel. 2. Nilai LC50-24 Jam setiap fraksi ekstrak P.aduncum L terhadap
A.salina L
Fraksi |
LC50 (ppm) |
Rangking Daya Racun |
Heksan Daun |
19.5 |
3 |
CHCl3 Daun |
22.1 |
4 |
Air Daun |
28.1 |
5 |
Heksan Batang |
11.8 |
1 |
CHCl3 Batang |
15.5 |
2 |
Air Batang |
66.2 |
6 |
Daya racun tersebut berhubungan erat dengan kandungan zat metabolit sekundernya. Tampak bahwa daya racun terbaik ditunjukkan oleh fraksi heksan batang dan di dalam fraksi ini dapat diidentifikasi adanya senyawa steroid. Adanya zat steroid dan flavonoid dari sample daun P.aduncum L menunjukkan daya racun yang cukup baik .
3.5. Rendemen (yield) ekstrak kasar dan hasil fraksinasi P.aduncum L
Sampel batang dan daun yang telah dikeringkan dan dihaluskan direndam menggunakan ethanol 95%. Ethanol digunakan sebagai solvent untuk menarik metabolite sekunder yang terdapat dalam sampel. Untuk mendapatkan ekstrak kasar (crude extract), ethanol tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan kondisi temperature: 40oC ; pressure: 500-550 mm Hg vaccum. Hasil rendemen (yield) ekstrak kasar dari sampel daun dan batang P.aduncum L , disajikan dalam Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Hasil rendemen metabolit sekunder ( % berat kering / berat kering
sampel) sampel daun dan batang P.aduncum L.
Sampel |
Berat Kering (g) |
Berat Ekstrak Kasar (g) |
Rendemen (%) |
Daun | 467.2 | 79.41 | 17.0 |
Batang | 1000 | 26.9 | 2.69 |
Ekstrak kasar daun dan batang kemudian di fraksinasi menjadi fraksi heksan,
chloroform dan air. Tabel 4 di bawah ini menggambarkan hasil rendemen dari
tiap fraksi.
Tabel 4. Hasil rendemen metabolit sekunder ( % berat kering / berat kering
sampel) dalam setiap fraksi sampel daun dan batang P.aduncum L.
Sampel |
Berat ekstrak kasar (g) |
Berat fraksi (g) |
Rendemen (%) |
||||
Heksan |
CHCl3 |
Air |
Heksan |
CHCl3 |
Air |
||
Daun | 4.50 | 0.60 | 1.40 | 2.33 | 13.33 | 31.11 | 51.78 |
Batang | 15.13 | 1.09 | 0.37 | 12.2 | 7.20 | 2.45 | 87.24 |
Hasil dari Tabel 4 di atas diperoleh gambaran bahwa rendemen dari sampel daun diperoleh nilai sebesar 17,0 % dan lebih besar dibandingkan dari sampel batang yang memiliki nilai rendemen sebanyak 2,69 %. Dari hasil partisi terhadap nilai rendemen kasar dengan pelarut yang sesuai, diperoleh nilai rendemen dalam fraksi air menunjukkan nilai terbesar yakni 51,78 % untuk sampel daun dan 87,24 % untuk sampel batang. Nilai rendemen untuk sampel daun secara urutan dari besar ke kecil ditunjukkan oleh fraksi air, diikuti oleh fraksi kloroform dan fraksi heksan adalah 51,78 %; 31,11 % dan 13,33 %.Sedangkan untuk sampel batang diperoleh nilai rendemen dari besar ke kecil ditunjukkan oleh rendemen fraksi air ( 87,24%); fraksi heksan 7,20 % dan fraksi kloroform sebanyak 2.45 %.
Dari hasil partisi tersebut di atas, tampak bahwa rendemen terbaik untuk sampel daun dan batang ditunjukkan oleh fraksi air. Keadaan ini membantu di dalam pengembangan ekstraksi bahan zat bioaktif ( molecule cultivation) tersebut, bahwa dengan pelarut air telah mampu mengekstraksi zat bioaktif sebesar 51,78 – 87,24 %. Senyawa bioaktif yang terdeteksi dalam fraksi air tersebut adalah saponin.
3.6.. Daya Larvasida Ekstraks kasar P.aduncum L terhadap larva A. aegypti L
Nilai daya racun ekstrak kasar daun dan batang P.aduncum L terhadap larva A.aegypti L disajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6. Tampak bahwa nilai LC50-48 jam ekstrak kasar sampel daun lebih beracun dibandingkan sampel batang, hal ini ditunjukkan oleh nilai LC50-48 jam ekstrak daun sebesar 2200 ppm (b/v) dan LC50-48 jam ekstrak batang sebesar 4350 ppm (b/w). Daya racun ekstrak kasar daun menunjukkan hampir 200 % dibandingkan ekstrak kasar batang.
Tabel 5. Mortalitas larva Aedes aegypti dalam 48 jam setelah perlakuan variasi
konsentrasi ekstrak Batang Sirih Hutan ( P. aduncum L )
No |
Konsentrasi (X) ppm |
Log X |
n |
Mortalitas (m) Larva Uji 48 Jam |
%-tase Mortalitas
|
Probit Kematian
|
|||
U1 |
U2 |
U3 |
U4 |
|
|||||
1 |
0 % |
– |
40 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
2. |
1580 |
3,19 |
40 |
2 |
2 |
3 |
2 |
25 |
4,33 |
3. |
2500 |
3,39 |
40 |
3 |
4 |
2 |
3 |
30 |
4,48 |
4. |
3950 |
3,59 |
40 |
4 |
3 |
4 |
3 |
35 |
4,61 |
5. |
6240 |
3,79 |
40 |
3 |
3 |
2 |
3 |
27 |
4,39 |
6. |
9800 |
3,99 |
40 |
8 |
10 |
10 |
10 |
95 |
6,64 |
Nilai LC50-48 Jam ekstrak batang P.aduncum L terhadap larva nyamuk A.aegypti instar III adalah 4350 ppm b/v).
Tabel 6. Mortalitas larva Aedes aegypti dalam 48 jam setelah perlakuan variasi
konsentrasi ekstrak daun tumbuhan Sirih Hutan ( Piper aduncum L )
No |
Konsentrasi (X) ppm |
Log X |
n |
Mortalitas (m) Larva Uji 48 Jam |
%-tase Mortalitas
|
Probit Kematian
|
|||
U1 |
U2 |
U3 |
U4 |
||||||
1 |
0 % |
– |
80 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
2. |
1580 |
3,19 |
80 |
4 |
2 |
3 |
2 |
13,75 |
3,87 |
3. |
2500 |
3,39 |
80 |
8 |
8 |
9 |
9 |
42,5 |
4,80 |
4. |
3950 |
3,59 |
80 |
11 |
12 |
12 |
13 |
60 |
5,25 |
5. |
6240 |
3,79 |
80 |
17 |
16 |
15 |
17 |
81,25 |
5,88 |
6. |
9800 |
3,99 |
80 |
20 |
20 |
20 |
20 |
100 |
7,05 |
Nilai LC50-48 Jam ekstrak kasar daun P.aduncum L terhadap larva nyamuk A.aegypti instar III adalah 2200 ppm ( b/v). Hal ini menunjukkan bahwa Tumbuhan P.aduncum L yang hidup liar, kosmopolitan ( menyebar pada berbagai tipe lahan terdegradasi), fastgrowing species memiliki potensi nilai ekonomis yang tinggi dan praktis karena masyarakat dapat menggunakannya sebagai larvasida, terutama untuk membasmi jentik-jentik nyamuk demam penyebab penyakit demam berdarah. Mereka dapat menggunakannya dengan cara merebus dengan air, kemudian bahan ini dapat diaplikasikan di lapangan karena bahan ini memiliki risiko/ efek samping yang relatif kecil karena terbuat dari bahan alami.
Dari uraian di atas, dapat dipilih bahan mana yang akan digunakan. Bila ingin menghasilkan daya bunuh yang paling efektif dan efisiensi biaya harus dipilih, maka fraksi air adalah pilihan terbaik untuk bahan dari batang, maupun dari daun.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
- P.aduncum L asal lokal Samarinda, Kalimantan Timur memiliki perawakan dengan diameter batang antara 1,33 Cm – 9,72 Cm , hidup menyebar pada tepi-tepi hutan sekunder terdegradasi, bekas jalan logging, pinggir jalan raya, tebing-tebing bukit, bekas-bekas kebun tak terawat, hutan karet dan lahan-lahan terdegradasi. Hidup berasosiasi dengan tumbuhan bawah ( understory).
- P.aduncum L dapat hidup dalam tipe lahan yang berbeda dengan ketersediaan unsur-unsur hara N = 0,04 -0,12 % ( sangat buruk-buruk) ; P tersedia (Bray) = 0,06 – 13,64 ppm ( sangat buruk-buruk); K = 93,06 – 109,74 ppm ( sangat baik) ; Na+ = 0,1 – 0,43 Meq/100 g ( buruk-sedang); Mg++ = 0,2 – 1,33 Meq/100 g ( buruk – sedang). Dengan demikian, P.aduncum L memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat hidup pada aneka ragam lahan yang memiliki status tanah dengan ketersediaan unsur hara N,P,Na+,Ca++ dan Mg + antara sangat buruk s.d. buruk.
- Senyawa aktif hasil pemisahan ( ekstraksi) terhadap bagian daun dan batang P.aduncum L asal Kalimantan Timur yang dapat diidentifikasi dalam ekstrak heksan, ekstrak air dan ekstrak kloroform adalah jenis senyawa golongan flavonoid, steroid dan saponin.
- Senyawa aktif yang ada dalam daun dan batang P.aduncum L bersifat bioaktif dengan toksisitas tinggi yang ditunjukkan oleh nilai LC50 hasil BSLT < 1000 ppm dimana nilai LC50 – 24 jam dari seluruh fraksi ekstrak terhadap A.salina Leach antara 11.8 – 66, 2 ppm ( b/v).
- Untuk kepentingan analisis kelayakan usaha, nilai rendemen zat bioaktif dari sampel daun diperoleh nilai sebesar 17,0 % ( berat kering) dan lebih besar dibandingkan dengan sampel yang berasal dari batang P.aduncum L.
- Untuk pemakaian sebagai bahan larvasida nyamuk , fraksi yang paling efektif untuk membunuh A.aegypti L adalah hasil ekstraksi terhadap bagian daun dengan daya racun hampir 200 % dibandingkan ekstrak batang.
4.2. Saran
1.Kandungan senyawa aktif perlu terus ditelusuri sampai ditemukan struktur kimianya ( elusidasi struktur jenis-jenis senyawa bioaktif tersebut). Ini merupakan sumbangan baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam aspek senyawa bioaktif dari tanaman yang belum diteliti.Dalam penggunaannya sebagai pestisida komersial, bahan ini perlu dievaluasi nilai ekonomisnya serta tahapan-tahapan yang dipersyaratkan oleh WHO yaitu uji klinis dan farmakologis terhadap manusia, organisme hidup lainnya yang berguna dan terhadap lingkungan hidup. Selain itu perlu diteliti teknologi bioproses ekstraktif senyawa bioaktifnya ( moleculer bioactive cultivation) yang terbaik.
2. Penelitian ini kelak kemudian hari dapat bermanfaat bagi pengembangan industri bahan baku pestisida, khususnya pengganti bahan abate sebagai pembasmi larva nyamuk yang penggunaannya tetap besar dan masih diimpor dari luar negeri.Apabila hasil penelitian dikembangkan akan berguna bagi bidang bioteknologi tanaman pada umumnya dan khususnya bioteknologi industri untuk produksi metabolit sekunder, sedangkan sisi lain adalah Agrobioteknologi yang nantinya memusatkan untuk peningkatan produksi bahan baku obat-obatan/pestisida sehingga dapat menghemat pengeluaran devisa Negara. Sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan usaha mikro dari segi lingkungan, sosial dan ekonominya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Direktur Dirlitabmas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdikbud di Jakarta yang telah membiayai penelitian ini, Ketua Lembaga Penelitian Unmul, Dekan FMIPA Unmul, Kepala Laboratorium Kepala Laboratorium Toksikologi FMIPA UNMUL dan Kepala Puslitbang Bioteknologi LIPI di Jakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini.