Pengaruh Model Pembelajaran dan Strategi Belajar Kooperatif terhadap Pemahaman dan Hasil Belajar Kimia Siswa Sekolah Menengah Atas.
Oleh I Nyoman Sudyana (Universitas Palangka Raya).
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji secara empirik keunggulan komparatif penerapan model pembelajaran generatif dan strategi kooperatif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa Sekolah Menegah Atas (SMA). Penelitian ini didesain dengan rancangan pretest-postest nonequivalent control group yang menerapkan tehnik pengukuran dua faktor versi faktorial 2×2. Sampel penelitian sebanyak 148 orang yang diambil dari 1059 orang siswa sekolah menengah atas negeri di kota Palangka Raya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran generatif lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, (2) strategi belajar kooperatif Jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan strategi belajar kooperatif STAD, dan (3) tidak ada pengaruh interaktif antara model pembelajaran dan tipe strategi belajar kooperatif terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia.
Kata kunci : pembelajaran generatif, strategi kooperatif, pemahaman, kimia
ABSTRACT
The purposes of this study are to examine the comparative superiority of the Generative Learning Model and Cooperative Strategy with Conventional Instructional Model in understanding and achievement in chemistry senior high school Students. This research was designed by factorial 2×2 version of pretest-postest non-equivalent control group. The samples were 148 students taken by cluster random sampling technique from a population of 1509 students in year two of senior high schools in Palangka Raya. The findings are: (1) generative learning model more efective than conventional instructional, (2) cooperative Jigsaw more effective than cooperative STAD, and (3) no interaction effect was found between model of learning and cooperative strategy on understanding and achievement in chemistry.
Key words : generative learning, cooperative strategy, understanding, chemistry
1. Pendahuluan
Pemahaman merupakan salah satu modal dasar bagi setiap manusia dalam menyongsong kehidupannya pada masa yang akan datang, karena kehidupan pada masa yang akan datang sangat tergantung pada temuan-temuan dan terobosan-terobosan dalam bidang sains dan teknologi. Pengembangan sains dan teknologi sangat tergantung pada minat serta penguasaan generasi muda pada prinsip-prinsip matematika dan sains. Sayangnya, masih cukup banyak anak Indonesia yang masih menganggap mata pelajaran Sains sebagai mata pelajaran yang sulit dan menakutkan (Ardhana, et al., 2004). Pemahaman mereka terhadap konsep dan prinsip sains masih rendah. Mereka lebih cenderung menghafal daripada memahami (Nakhleh & Mitchell, 1993). Pemahaman merupakan perangkat standar program pendidikan yang merefleksikan kompetensi, sehingga dapat mengantarkan siswa untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan (Yulaelawaty, 2002). Bertitik tolak pada kurikulum berbasis kompetensi, kompetensi merupakan persyaratan bagi seseorang di dalam menyelesaikan pendidikan (Puskur, 2002). Dengan demikian, pemahaman merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam belajar.
Kimia adalah salah satu bidang kajian yang termasuk dalam rumpun sains. Materi pelajaran Kimia tersusun secara hirarki mulai dari konsep-konsep dasar sampai pada konsep-konsep yang kompleks. Jika siswa dapat mengkaitkan antara konsep satu dengan konsep lainnya, maka siswa tersebut telah memiliki pemahaman yang utuh akan konsep tersebut, jika tidak akan menyebabkan proposisi yang salah sehingga menimbulkan terjadinya kesalahan dalam memahami konsep. Suatu pemahaman konsep menurut pandangan pembelajaran generatif akan terbentuk dalam ingatan apabila terjadi hubungan bermakna antara informasi baru dengan struktur kognitif yang telah ada. Konsep yang baru terbentuk akan dievaluasi dan diuji dengan aspek ingatan yang lainnya yang pada akhirnya dapat dipahami.
Pengajaran Kimia dewasa ini, baik hasil penelitian di luar dan di dalam negeri kurang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari angka kelulusan siswa pada ujian nasional rendah. Pemahaman siswa juga menunjukkan kualitas relatif rendah (Ahmad, 1998; Banerjee, 1991; Hackling & Garnett, 1985; Niaz, 1995; Pannen, 2003;). Dengan demikian, dalam pengajaran Kimia perlu dipikirkan secara cermat bagaimana memandu siswa dalam pembelajaran. Harapan inilah yang mendorong perlunya landasan teoretik, konseptual, dan operasional dalam perumusan tujuan-tujuan pembelajaran dan pengembangan desain-desain pembelajaran Kimia yang lebih memusatkan perhatian pada pengaktifan pengetahuan awal siswa, cara-cara penanggulangan kesulitan-kesulitan belajar siswa, dan belajar untuk pemahaman.
Model pembelajaran generatif (Osborne & Wittrock, 1985), menjabarkan kegiatan belajar pada dasarnya sebagai pemrosesan informasi melalui beberapa tahap. Tahap awal adalah penyaringan informasi dengan menguji kemungkinan keterkaiatan informasi yang baru dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Jika langkah ini tidak berhasil, maka proses belajar selanjutnya tidak terjadi, dan siswa akan bersandar pada rote learning jika mereka harus mengingat informasi baru itu. Jika proses pengkaitan dengan struktur kognitif yang telah ada sukses, tahap berikutnya adalah pembentukan makna idiosinkretik yang bersifat sementara untuk diuji dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang yang merupakan bagian dari struktur kognitif siswa. Apabila langkah-langkah ini berhasil, maka struktur kognitif yang telah ada akan diperkaya dengan unsur baru yang akan memperbesar kapasitasnya untuk melaksanakan tugas-tugas belajar pada masa yang akan datang. Rekonstruksi pemahaman umumnya lebih banyak terjadi melalui proses akomodasi daripada proses asimilasi. Suatu pemahaman konsep menurut pandangan pembelajaran generatif akan terbentuk dalam ingatan apabila terjadi hubungan bermakna antara informasi baru dengan struktur kognitif yang telah ada. Konsep yang baru terbentuk akan dievaluasi dan diuji dengan aspek ingatan yang lainnya yang pada akhirnya dapat dipahami. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran generatif dalam sains terbukti dapat meningkatkan pemahaman siswa dan hasil belajar siswa (Linden & Wittrock, 1981; Mackenzie & White, 1982; Osborne & Wittrock, 1983; Katu, 1995; Maria, 1999; Sumadi, 2000; dan Tika, (2000).
Pengemasan pembelajaran dewasa ini sering berdasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak sejalan dengan hakikat belajar dan pembelajaran. Dunia belajar didekati dengan paradigma yang tidak mampu menggambarkan hakikat belajar dan pembelajaran secara komprehensif. Kemasan pembelajaran yang sering ditemukan sekarang ini hanya menitikberatkan pada tuntutan kemampuan hafalan, memecahkan masalah lama, penanaman prilaku yang konfrontatif dan seragam dengan pola pengajaran bernuansa kompetitif dan persaingan (Ardhana, 2000). Beberapa ahli menyatakan, kemasan pembelajaran yang memiliki aspek kolaborasi adalah kemasan pembelajaran kooperatif (Bennett, et al., 1991; Dunlap & Grabinger, 1996; Heinich, et al., 2002; Jacob, 1999; Slavin, 1995).
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, nampaknya kualitias proses pembelajaran Kimia di SMA perlu ditingkatkan, terutama pada pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa. Upaya peningkatan proses pembelajaran tersebut utamanya ditujukan agar dapat menyediakan lingkungan belajar untuk pemahaman (environment of learning for understanding)
Berdasarkan latar belakang masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji keampuhan model pembelajaran generatif untuk pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa yang lebih baik. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan pengaruh model pembelajaran generatif dengan model pembelajaran konvensional terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia. Penelitian ini juga menguji apakah strategi belajar kooperatif pada kedua model pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa
2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik pengukuran dua faktor dalam versi faktorial 2×2 pretest-postest nonequivalent control group design. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas dua SMA Negeri di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah pada semester pertama tahun pelajaran 2004/2005. Sekolah-sekolah populasi meliputi SMA Negeri 1 Palangkaraya, SMA Negeri 2 Palangkaraya, SMA Negeri 3 Palangkaraya, dan SMA Negeri 4 Palangkaraya. Populasinya adalah siswa kelas dua sekolah menengah atas negeri di kota Palangka Raya sebesar 1509 siswa dari 37 kelas di 4 buah sekolah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling (Ardhana, 1988; Cochran, 1991; Long, et al., 1985). Dari empat sekolah tersebut dipilih secara random dua sekolah sebagai sampel penelitian. Pada masing-masing sekolah sampel dipilih secara random dua kelas sampel, sehingga diperoleh empat kelas sampel yang akan terlibat dalam penelitian ini. Salah satu dari dua sekolah tersebut ditetapkan secara random sebagai kelompok belajar dengan menggunakan model pembelajaran generatif (kelompok MPG), dan kelompok lainnya sebagai kelompok belajar yang menggunakan model pembelajaran konvensional (kelompok MPK). Pada masing-masing sekolah ditetapkan pula secara random kelas-kelas yang menggunakan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan strategi belajar kooperatif tipe STAD.
Penelitian ini melibatkan dua variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebas yang pertama adalah model pembelajaran dan yang kedua adalah strategi belajar kooperatif. Variabel bebas model pembelajaran memiliki dua dimensi, yaitu: (1) Model Pembelajaran Generatif (MPG) dan (2) Model Pembelajaran Konvensional (MPK). Variabel bebas Strategi Belajar Kooperatif juga memiliki dua dimensi, yaitu (1) Strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw (JIG) dan (2) Strategi belajar kooperatif tipe STAD (STD). Variabel terikat adalah pemahaman Kimia siswa yang diukur soal-soal pemahaman (PH) dan soal-soal hasil belajar (HB).
Untuk mengukur variabel-variabel penelitian yang menjadi dampak langsung dari perlakuan dan yang diperlukan sebagai unit analisis utama penelitian, yaitu tes pemahaman konsep dan tes hasil belajar. Bentuk tes pemahaman dan hasil belajar dituangkan dalam bentuk pilihan ganda yang diperluas.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan kesetimbangan Kimia. Data dianalisis secara deskriptif dan menggunakan multivariate analysis of variance (MANOVA). Uji normalitas sebaran data menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Uji homogenitas matriks varian-kovarian dilakukan dengan menggunakan Box’s Test dan uji kesalahan varian dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini menguji (1) pengaruh model pembelajaran terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa, (2) pengaruh strategi belajar kooperatif terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa, dan (3) pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan strategi belajar kooperatif terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa dengan menggunakan analis MANOVA.
Hasil analisis MANOVA faktorial 2×2 dimaksudkan untuk menjawab masalah ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama dan sendiri-sendiri dari variabel bebas model pembelajaran dan strategi belajar kooperatif terhadap variabel terikat pemahaman Kimia dan hasil belajar Kimia disajikan pada tabel 01 untuk pengaruh secara bersama-sama dan tabel 02 untuk pengaruh sendiri-sendiri.
Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini ada sembilan hipotesis nol yang diuji (dengan menggunakan taraf signifikan a = 0,05). Kesembilan hipotesis nol tersebut adalah sebagai berikut. (1) Tidak ada perbedaan pemahaman dan hasil belajar secara bersama-sama kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran generatif dan konvensional. (2) Tidak ada perbedaan pemahaman dan hasil belajar secara bersama-sama kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD. (3) Tidak ada pengaruh interaktif dari model-model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) dan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD secara bersama-sama terhadap pemahaman dan hasil belajar. (4) Tidak ada perbedaan pemahaman antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. (5) Tidak ada perbedaan pemahaman antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dengan kelompok siswa yang menggunakan strategi belajar kooperatif tipe STAD. (6) Tidak ada perbedaan kemampuan pemahaman siswa sebagai akibat pengaruh interaktif dari implementasi model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) dengan strategi belajar kooperatif (kooperatif tipe Jigsaw dan kooperatif tipe STAD). (7) Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. (8) Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi belajar belajar kooperatif tipe Jigsaw dengan kelompok siswa yang menggunakan strategi belajar kooperatif tipe STAD. Dan (9) Ada perbedaan hasil belajar siswa sebagai akibat dari pengaruh interaktif dari implementasi model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) dengan strategi belajar kooperatif (kooperatif tipe Jigsaw dan kooperatif tipe STAD).
Untuk menguji semua hipotesis tersebut, dilakukan MANOVA faktorial 2×2. Ringkasan hasil analisisnya disajikan pada tabel 01 dan 02. Dari tabel 01, hipotesis nol 1 dan 2 ditolak, sedangkan hipotesis 3 diterima. Jadi ada pengaruh variabel model pembelajaran dan strategi belajar kooperatif secara bersama-sama terhadap pemahaman dan hasil belajar, tetapi tidak ada pengaruh interaktif dari model-model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) dan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD secara bersama-sama terhadap pemahaman dan hasil belajar.
Tabel 02 menyajikan ringkasan hasil MANOVA uji pengaruh sendiri-sendiri variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil pengujian hipotesis memperlihatkan temuan-temuan sebagai berikut. Pertama, hipotesis nomor 4 ditolak. Jadi ada perbedaan pemahaman antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Kedua, hipotesis nomor 5 ditolak. Jadi ada perbedaan pemahaman antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dengan kelompok siswa yang menggunakan strategi belajar kooperatif tipe STAD.
Tabel 01 : Ringkasan Hasil Uji Multivariat
Effect |
Value |
F |
Hypothesis df |
Error df |
Sig. |
|
Intercept |
Pillai’s Trace |
.985 |
4618.673 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
Wilks’ Lambda |
.015 |
4618.673 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Hotelling’s Trace |
64.597 |
4618.673 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Roy‘s Largest Root |
64.597 |
4618.673 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
MODEL | ||||||
Pillai’s Trace |
.510 |
74.388 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Wilks’ Lambda |
.490 |
74.388 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Hotelling’s Trace |
1.040 |
74.388 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Roy‘s Largest Root |
1.040 |
74.388 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
KOOP | ||||||
Pillai’s Trace |
.360 |
42.850 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Wilks’ Lambda |
.640 |
42.850 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Hotelling’s Trace |
.563 |
42.850 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
Roy‘s Largest Root |
.563 |
42.850 |
2.000 |
143.000 |
.000 |
|
MODEL*KOOP | ||||||
Pillai’s Trace |
.005 |
.362 |
2.000 |
143.000 |
.697 |
|
Wilks’ Lambda |
.995 |
.362 |
2.000 |
143.000 |
.697 |
|
Hotelling’s Trace |
.005 |
.362 |
2.000 |
143.000 |
.697 |
|
Roy‘s Largest Root |
.005 |
.362 |
2.000 |
143.000 |
.697 |
Ketiga, hipotesis nomor 6 diterima. Jadi tidak ada perbedaan kemampuan pemahaman siswa sebagai akibat pengaruh interaktif dari implementasi model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) dengan strategi belajar kooperatif (kooperatif tipe Jigsaw dan kooperatif tipe STAD). Keempat, hipotesis nomor 7 ditolak. Jadi ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran generatif dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Tabel 02 : Ringkasan Hasil Uji Pengaruh Antar Subyek Eksperimen
Source |
Dependent Variable |
Type III Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
Corrected Model | Pemahaman |
1953.318 |
3 |
651.106 |
25.693 |
.000 |
Hasil Belajar |
1876.027 |
3 |
625.342 |
69.689 |
.000 |
|
Intercept | ||||||
Pemahaman |
64472.439 |
1 |
64472.439 |
2544.098 |
.000 |
|
Hasil Belajar |
767735.811 |
1 |
767735.811 |
8551.525 |
.000 |
|
MODEL | ||||||
Pemahaman |
1411.142 |
1 |
1411.142 |
55.684 |
.000 |
|
Hasil Belajar |
1146.919 |
1 |
1146.919 |
127.814 |
.000 |
|
KOOP | ||||||
Pemahaman |
525.953 |
1 |
525.953 |
20.754 |
.000 |
|
Hasil Belajar |
726.919 |
1 |
726.919 |
81.009 |
.000 |
|
KOOP*MODEL | ||||||
Pemahaman |
16.223 |
1 |
16.223 |
.640 |
.425 |
|
Hasil Belajar |
2.189 |
1 |
2.189 |
.224 |
.622 |
|
Error | ||||||
Pemahaman |
3649.243 |
144 |
25.342 |
|
|
|
Hasil Belajar |
1292.162 |
144 |
8.973 |
|
|
|
Total | ||||||
Pemahaman |
70075.000 |
148 |
|
|
|
|
Hasil Belajar |
79904.000 |
148 |
|
|
|
|
Corrected Total | ||||||
Pemahaman |
5602.561 |
147 |
|
|
|
|
Hasil Belajar |
3168.189 |
147 |
|
|
|
Kelima, hipotesis nomor 8 ditolak. Jadi ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok siswa yang diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi belajar belajar kooperatif tipe Jigsaw dengan kelompok siswa yang menggunakanstrategi belajar kooperatif tipe STAD. Keenam, hipotesis nomor 9 diterima. Jadi tidak ada perbedaan hasil belajar siswa sebagai akibat dari pengaruh interaktif dari implementasi model pembelajaran (model pembelajaran generatif versus model pembelajaran konvensional) denga strategi belajar kooperatif (kooperatif tipe Jigsaw dan kooperatif tipe STAD).
3.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan hasil belajar antara siswa yang melakukan pembelajaran generatif dan pembelajaran konvensional adalah berbeda signifikan. Pemahaman dan hasil belajar siswa pada kelompok model pembelajaran generatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa dengan model pembelajaran konvensional. Walaupun secara diskriptif, hanya pemahaman yang berada pada kategori baik, sedangkan hasil belajar siswa masih berada dalam kategori sedang.
Ardhana, et al., 2004, juga telah melakukan penelitian penerapan pembelajaran inovatif model pembelajaran generatif dalam pembelajaran Kimia pada siswa kelas 2 sekolah-sekolah menengah atas negeri di Kota Malang dan di Kota Palangka Raya. Mereka menemukan bahwa siswa yang difasilitasi dengan model pembelajaran generatif secara signifikan menampilkan pemahaman dan hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang difasilitasi dengan model pembelajaran konvensional. Sumadi (2000), mengimplementasikan model pem-belajaran generatif pada mata kuliah Analisis Real pada mahasiswa program studi Pendidikan Matematika di Singaraja, ia mendapatkan hasil bahwa rerata prestasi akademik mahasiswa meningkat, karena penguasaan konsep dan meningkatkan kualitas interaksi serta aktivitas mereka dalam menggunakan buku ajar, sedangkan Tika (2000), dalam pembelajaran Fisika pada siswa SMU Negeri di Singaraja menyatakan bahwa model pembelajaran generatif secara signifikan lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Linden & Wittrock (1981) menemukan bahwa model belajar generatif dapat meningkatkan pemahaman siswa yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
3.2.1 Strategi Belajar Kooperatif yang Akomodatif dalam Pencapaian Pemahaman dan Hasil Belajar Kimia
Model Pembelajaran generatif bertumpu pada proses generasi yang pertama kali digagas oleh Wittrock (1974). Penerapan model ini dalam pengajaran meliputi empat fase, yaitu: (1) proses motivasi, (2) proses belajar, (3) proses penciptaan pengetahuan, dan (4) proses generatif. Dalam penelitian ini keempat proses tersebut dikemas dalam teks ajar dan dipadukan dengan Strategi belajar kooperatif Jigsaw dan STAD.
Sebagai teknologi perangkat lunak dalam pembelajaran, Strategi belajar kooperatif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yaitu realitas praktek (bahwa kehidupan di masyarakat memerlukan aktivitas-aktivitas dan keterampilan kolaboratif) dan tumbuhnya kesadaran akan interaksi sosial dalam mewujudkan pembelajaran yang bermakna (Heinich, et al., 2002). Banyak isu berkembang terkait dengan belajar kooperatif. Rahayu (1988), menyatakan pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengembangkan siswa dalam hal keaktifan dan kemandirian, berpikir kritis dan teratur, disiplin, serta keberanian untuk mengambil keputusan. Antil, et al., (1998) menyatakan bahwa pembangunan makna dalam kegiatan belajar memerlukan interaksi sosial melalui pembelajaran kooperatif sebagai peer mediated instruction. Costa (1999) menyatakan bahwa membuat makna tidak hanya dilakukan oleh individual saja, interaksi individu dengan individu lainnya dapat membangun dan berbagi pengetahuan. Strategi belajar kooperatif berfungsi sebagai pendekatan hands-on (Abem-Rindell, 1999) dan minds-on yang berbasis pada dugaan siswa akan belajar lebih jika guru memberikan mereka sedikit. Gregory, et al., (2002) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan daya nalar (reasoning) siswa dalam belajar kesetimbangan Kimia.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas, strategi belajar kooperatif diduga tepat didisain sebagai strategi belajar yang dipadukan dengan model belajar generatif. Sampai saat ini, belum banyak penelitian yang mengusut pengaruh komparatif kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD sebagai strategi belajar yang dipadukan dengan model pembelajaran generatif terhadap pemahaman dan hasil belajar Kimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan signifikan pemahaman dan hasil belajar Kimia antar kelompok dalam Strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD. Berdasarkan hasil uji komparasi pasangan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pencapaian pemahaman dan hasil belajar strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw lebih unggul dibandingkan dengan tipe STAD.
3.2.2 Model Pembelajaran Generatif versus Model Pembelajaran Konvensional dalam Mengakomodasi Strategi Belajar Kooperatif
Menurut O’Mallley & Pierce, (1996) model pembelajaran konvensional, belajar merupakan proses transmisi pengetahuan secara linier dari guru ke siswa. Dengan ungkapan lain, dapat dikatakan bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Tampak bahwa model pembelajaran konvensional cenderung memanjakan potensi berpikir siswa dalam mengatasi masalah belajar. Teori belajar generatif menjelaskan bagaimana seorang siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya, seperti membangun ide tentang suatu fenomena alam atau membangun suatu arti tentang istilah dan juga membangun strategi untuk sampai pada suatu penjelasan tentang pertanyaan bagaimana dan mengapa. Intisari dari belajar generatif adalah bahwa otak tidak menerima informasi dengan pasif, melainkan justru dengan aktif mengkonstruksi suatu interpretasi dari informasi tersebut kemudian membuat kesimpulan. Otak bukanlah suatu blank slate yang dengan pasif belajar dan mencatat informasi yang datang (Wittrock, 1974). Dalam model belajar generatif yang perlu mendapat perhatian adalah motivasi, perhatian, konsepsi awal (pengetahuan awal) dan pengalaman belajar (Osborne & Wittrock, 1983). Jadi proses pengkonstruksian makna merupakan tindakan aktif, berpikir kritis, dan kreatif siswa melalui proses asimilasi, akomodasi, dan berbagi pengalaman dengan teman sebaya. Artinya konsepsi awal dan pengalaman belajar merupakan dasar pembelajaran dalam pencapaian asimilasi dan akomodasi dan pentingnya strategi belajar kooperatif untuk mengakomodasi proses berbagi pengalaman antarsiswa. Jelas bahwa model belajar generatif cenderung lebih memfasilitasi siswa untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikir dalam belajar.
Model belajar generatif merupakan model belajar yang mengakumulasi motivasi, konsepsi awal dan pengalaman belajar (Osborne & Wittrock, 1983). Sebagai fasilitas belajar, model pembelajaran generatif yang dipadukan dengan teks generatif yang dapat mengaktifkan pengetahuan awal dan pengalaman belajar siswa. Ciri khas model ini adalah memberi kesempatan pada siswa untuk membangun kesan mengenai topik yang akan dibahas dengan mengaitkan materi dengan pengalaman mereka sehari-hari; pengungkapan ide-ide siswa; tantangan dan restrukturisasi untuk memunculkan konflik kognitif; penerapan untuk menguji ide-ide alternatif siswa, dan melihat kembali untuk mengevaluasi kelemahan dari model lama. Dalam model belajar ini siswa diharapkan dapat mengutarakan konsepsinya dengan disertai argumentasi untuk mendukung konsepsinya tersebut dan diharapkan juga dapat beradu argumentasi dengan siswa lain. Hal ini akan membiasakan siswa menghargai konsepsi orang lain dan terbiasa mengemukakan pendapatnya tanpa dibebani rasa ingin menang atau takut kalah serta melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Model belajar konvensional yang mendominasi praktek pembelajaran Kimia dewasa ini merupakan pembelajaran transmisi atau pembelajaran linier (O’Malley & Pierce, 1996). Esensi pembelajaran konvensional adalah guru menyiapkan dan mentransmisikan informasi, siswa menerima, menyimpan, mengolah, menguasai informasi serta menerima balikan. Evaluasi yang menuntut penguasaan konsep. Sejalan dengan paradigma tersebut, model pembelajaran konvensional dikemas dalam bentuk teks konvensional dengan ciri-ciri sebagai berikut. Menyediakan konsep dan prinsip, meyediakan contoh penerapan konsep, dan menyediakan soal-soal latihan.
Strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw berbasis learning by doing. Pembelajaran (doing) terjadi pada interaksi dalam kelompok pada saat diskusi yang dipandu oleh siswa yang berperan sebagai expert. Sementara, strategi belajar kooperatif tipe STAD juga berbasis learning by doing dalam taraf yang lebih rendah dari kooperatif tipe Jigsaw, karena menerima informasi dengan memandang guru sebagai expert, mengolah dan menguasai informasi, belajar untuk menyiapkan ujian.
|
|
Gambar 01. Profil interaksi model dan strategi belajar kooperatif
Berdasarkan hasil kajian literatur, model pembelajaran generatif dan strategi belajar kooperatif, diduga bahwa dalam pencapaian pemahaman dan hasil belajar, strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw akan berinteraksi dengan model pembelajaran generatif dan strategi belajar kooperatif tipe STAD akan berinteraksi dengan model pembelajaran konvensional. Namun hasil penelitian tidak mendukung dugaan tersebut. Ada tiga hal yang kemungkinan sebagai faktor penyebab tidak terjadinya interaksi tersebut, antara lain (1) siswa kurang senang membaca untuk menggali pemahaman terhadap pesan dalam teks, (2) dua keterbatasan waktu belajar di sekolah, dan ketiga siswa belum terbiasa belajar dalam strategi belajar kooperatif.
Namun bila dilihat dari profil interaksi yang ditunjukkan pada Gambar 01, terlihat bahwa dalam penelitian ini mendukung landasan teoretik, yaitu dalam pencapaian pemahaman dan hasil belajar model pembelajaran generatif berinteraksi dengan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dan tipe STAD. Di samping itu dalam pencapaian pemahaman dan hasil belajar interaksi antara model-model pembelajaran dan strategi-strategi belajar kooperatif didominasi oleh model pembelajaran generatif walaupun secara statistik tidak signifikan.
4. Penutup
Hasil eksperimen penerapan model pembelajaran generatif dan strategi belajar kooperatif dalam pembelajaran Kimia siswa SMA memberikan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. (1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran generatif dibandingkan dengan model konvensional dalam mencapai pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw dibandingkan dengan strategi belajar kooperatif tipe STAD dalam pencapaian pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa; (3) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan interaksi antara model pembelajaran dan strategi belajar kooperatif dalam pencapaian pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa.
Jadi model pembelajaran generatif dan strategi belajar kooperatif tipe Jigsaw berpengaruh efektif terhadap peningkatan pemahaman dan hasil belajar Kimia siswa sekolah menengah atas.
DAFTAR PUSTAKA
Kontak 081333052032