Oleh Wakino
.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Membaca merupakan salah satu tuntutan dalam kehidupan masyarakat modern seperti saat ini. Dengan membaca, kita sebagai manusia yang ingin mengembangkan potensi yang kita miliki akan dapat menambah wawasan serta pengalaman baru dibidang teknologi maupun berbagai hal yang sedang berkembang. Dengan membaca pula kita akan memahami dan mengerti informasi seluruh isi bacaan. Kemampuan memahami informasi seluruh isi bacaan merupakan gambaran daya nalar pembaca setelah seluruh isi teks bacaan. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, guru kiranya sangatlah perlu untuk menyusun instrumen yang relevan atau sesuai dengan tujuan yang ingin diharapkan,yaitu berupa pemahaman terhadap informasi seluruh isi bacaan yang telah dibacanya. Mengingat bahwa bacaan terdiri dari beberapa paragraph yang merupakan suatu kesatuan dan setiap paragraph terdiri atas beberapa kalimat, maka dengan kemampuan menghubungkan suatu kesatuan dengan informasi antar kalimat dalam paragraph diharapkan dapat meggambarkan daya nalar siswa. Dalam hal ini Henry Guntur Tarigan ( 1987 : 7 ) menyatakan bahwa membaca adalah proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui tulisan. ( WJS. Poerwodarminto, 1976 : 71 ). Sedangkan Kastowo ( 1978 : 1 ) menyatakan membaca merupakan kegiatan menangkap suatu pengertian melalui tulisan.
2.Rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut. siswa
2.1.Apakah dengan Konstruktivistik dapat meningkatkan pembelajaran membaca
siswa
2.2.Bagaimana meningkatkan Konstruktivistik dalam pembelajaran membaca
Siswa
3. Tujuan.
3.1. Untuk mengetahui apakah Konstruktivistik dapat meningkatkan pembelajaran
membaca siswa.
3.2. Untuk mengetahui bagaimana meningkatkan Konstruktivistik dalam
pembelajaran membaca siswa.
4. Manfaat
4.1. Untuk siswa , dapat meningkatkan kesadaran serta motivasi siswa dalam
membaca, sehingga siswa dapat meningkatkan prestasi dan hasil belajar
siswa.
4.2. Bagi guru, dapat mengembangkan stategi pembelajaran serta meningkatkan
guru untuk lebih mampu membimbing siswa dalam melakukan kegiatan
membaca sesuai dengan tahapan-tahapannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. konstruktivistik dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran membaca, guru dituntut berperan sebagai pencipta suasana dan inspirator. Guru diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif yakni suasana yang membebaskan siswa dari segala perasaan takut, malu, terpaksa dan berbagai hal yang dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya kreatifitas siswa atau peserta didik.
Sebagai pemandu, guru dituntut mampu membimbing siswa untuk melakukan kegiatan membaca sesuai dengan tahapan-tahapannya. Sebab dengan tidak dikuti tahapan – tahapan tersebut oleh siswa akan mengakibatkan terjadinya pelompatan proses. Jika hal ini terjadi, hasil pengajaran yang diperoleh tidak akan memuaskan siswa, akan tetapi siswa akan kehilangan dasar yang kokoh. Sebagai inspirator, guru diharapkan mampu bertindak sebagai sumber inspirasi bagi para siswanya. Dalam hal ini Henry Guntur Tarigan ( 1987 : 7 ) menyatakan bahwa membaca adalah proses pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui tulisan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan membaca adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan isi yang terkandung didalamnya.
Pendapat lain tentang membaca adalah melihat sambil melisankan suatu tulisan dengan tujuan ingin mengetahui isi. ( WJS. Poerwodarminto, 1976:71). Sedangkan Kastowo ( 1978:1) menyatakan membaca merupakan kegiatan menangkap suatu pengertian melalui tulisan. Berdasarkan pendapat tersebut diatas pentingnya membaca bukan hanya mengungkapkan tulisan saja tetapi juga ingin mengerti tulisan tersebut.
Membaca merupakan salah satu tuntutan dalam kehidupan masyarakat modern seperti saat ini. Dengan membaca, kita sebagai manusia yang ingin mengembangkan potensi yang kita miliki akan dapat menambah wawasan serta pengalaman baru dibidang teknologi maupun berbagai hal yang sedang berkembang. Dengan membaca pula kita akan memahami dan mengerti informasi seluruh isi bacaan. Kemampuan memahami informasi seluruh isi bacaan merupakan gambaran daya nalar pembaca setelah seluruh isi teks bacaan. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, guru kiranya sangatlah perlu untuk menyusun instrumen yang relevan atau sesuai dengan tujuan yang ingin diharapkan,yaitu berupa pemahaman terhadap informasi seluruh isi bacaan yang telah dibacanya dan mengerti tujuan membaca.
Tujuan membaca
1.Untuk memperoleh ide-ide utama. Membaca dengan tujuan ini adalah mengetahui
topik-topik yang menarik, masalah yang terdapat dalam suatu bacaan, dan
merangkum hal-hal utama yang terdapat dalam suatu bacaan.
2. Membaca untuk mengetahui urutan atau organisasi bacaan/cerita. Membaca deng-
an tujuan ini adalah menemukan kronologi bacaan / cerita dari awal sampai akir.
3. Membaca untuk menyimpulkan atau membaca inferensial. Tujuan membaca jenis
ini adalah untuk menemukan serta mengetahui apa yang ingin disampaikan
penulis lepada pembacanya, mengetahui koalitas unsur-unsur instrinsik statu
cerita.
4. Membaca untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan. Membaca dalam hal
ini bertujuan untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang luar biasa, apa-apa
yang lucu dalam statu cerita, atau sesuatu yang benar / tidak benar.
5. Membaca untuk menilai atau mengevaluasi. Membaca untuk mengevaluasi
dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hal-hal yang terdapat dalam suatu
bacaan / cerita.
6. Membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan. Membaca dengan
tujuan ini dilakukan untuk menemukan persamaan ataupun perbedaan sesuatu yang
dikemukakan pada bacaan / cerita tertentu ataupun bacaan / cerita.
Dari pengertian tersebut diatas maka tujuan membaca dapat dibedakan menjadi 2 tujuan kusus dan tujuan umum yaitu :
Tujuan kusus:
1. Mendapatkan informasi faktual.
2. Memperoleh keterangan tentang sesuatu yang kusus dan problematik.
3. Memberi penilaian terhadap karya tulis seseorang.
4. Memperoleh kenikmatan emosi.
5. Mengisi waktu luang
Tujuan umum :
1. Mendapatkan informasi.
2. Memperoleh pemahaman
3. Memperoleh kesenangan
Jenis-jenis membaca :
Ditinjau dari terdengar atau tidaknya suara sewaktu membaca, maka proses membaca dapat dibagi atas :
1. Membaca nyaring, membaca nyaring adalah cara membaca dengan bersuara atau
cara membaca yang dilakukan dengan lisan. Cara ini dilakukan ketika belajar
membaca sewaktu disekolah dasar, deklamasi puisi, membacakan naskah
berita/pidato, membacakan cerita, dan ikrar.
2. Membaca dalam hati, membaca dalam hati adalah cara membaca yang dilakukan
dengan tidak dikeraskan, yang hanya menggunakan kegiatan visual / membaca
dengan menggerak-gerakkan bibir. Pada saat membaca dalam hati, yang kita
pergunakan adalah mata dan ingatan.
Berdasarkan tujuanya, membaca diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Membaca ekstensif merupakan cara membaca yang dilakukan terhadap sebanyak
banyaknya teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Teknik ini cocok
dilakukan ketika menghadapi jumlah teks yang sangat banyak dan waktu yang
dimiliki sempit. Tujuan membaca ini adalah :
– Untuk memperoleh pemahaman umum
– Untuk menemukan hal tertentu dari suatu teks
2. Membaca intensif merupakan cara membaca yang dilakukan secara seksama
terhadap rincian-rincian suatu teks atau bacaan. Membaca intensif dilakukan keika
kita hendak meneliti, memahami, dan mengkritisi suatu bacaan, baik itu berkenaan
dengan aspek kebahasaan ataupun isi bacaan.
Mengingat bahwa bacaan terdiri dari beberapa paragraph yang merupakan suatu kesatuan dan setiap paragraph terdiri atas beberapa kalimat, maka dengan kemampuan menghubungkan suatu kesatuan dengan informasi antar kalimat dalam paragraph diharapkan dapat meggambarkan daya nalar siswa.
Konstruktivistis menggambarkan bahwa belajar ditentukan tidak hanya oleh lingkungan melainkan juga pengetahuan yang didapat oleh individu melalui interaksi dengan orang-orang dan lingkungan secara fisik ( Ricketts. 1995 : 1 ). Konstruktivistis beranggapan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi ( bentukan ) dari kita. Menurut kaum konstrukvis. Belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi teks , dialog , pengalaman fisis dan lain – lain. Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa bagi konstrutivistis kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa dapat membangun sendiri pengetahuanya dengan baik. Disini siswa mencari arti sendiri dari apa yang mereka baca atau pelajari. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam benak atau pikiran mereka.
Setiap siswa pasti memiliki cara yang sesuai atau cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang kadang-kadang sangat berbeda dengan teman – teman yang lainnya. Maka dari itu mengerti kekususannya tentang diri sendiri sangat penting dalam memajukan belajar seseorang. Hal ini sangatlah penting bagi seorang pendidik atau guru untuk menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang dapat membantu peserta didik. Menurut Suparno ( 1997 : 62 ) satu model belajar mengajar saja tidak akan banyak membantu siswa.
Apa itu belajar Konstruktivisme? Brooks dan Brooks dalam Degeng (1988: 9) menyatakan bahwa menurut konstruktivis, belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaborasi, dan refleksi, serta interpretasi. Senada dengan hal tersebut diatas Degeng ( 1988 :11 ) menyatakan bahwa konstruktivis memandang pengetahuan bersifat temporer, non obyektif, selalu berubah, dan tidak menentu. Oleh sebab itu, mengajar berarti menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna dan menghargai ketidakmenentuan . Siswa akan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang berbeda. Hal tersebut tergantung pada pengalaman yang perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut diatas, dapat kita simpulkan bahwaa belajar merupakan proses menghubungkan pengetahuan atau pengalaman yang yang sudah dimiliki dengan pengalaman atau bahan yang dipelajari. Atau yang lebih populer belajar merupakan unsur kesengajaan agar terjadi proses perubahan sikap dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak mengerti menjadi mengerti dan dari tidak bisa menjadi bisa, sehingga dapat mencapai kedewasaan diri. Hal ini sejalan dengan
pendapat Cox dan Zarrillo ( 1996 : 7 ) yang menjelaskan bahwa proses hubungan pengalaman yang dimilki dengan bahan ajar tersebut bercirikan :
1. Belajar berarti membentuk makna, makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
Mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
2. Konstruksi berarti proses yang terus menerus, setiap kali berhadapan dengan
fenomena atau persoalan yang baru, dilakukan rekonstruksi, baik secara kuat
maupun lemah.
3. Belajar bukan hanya kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukan
merupakan hasil perkembangan , melainkan merupakan pengembangan itu sendiri.
Artinya, pengembangan itu menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan sehingga merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak seimbangan
adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan
lingkungannya
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa tentang
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan
yang dipelajarinya.
Berdasarkan dari hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa bagi
konstruktivis kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini, siswa mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan konsep dan ide – ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Siswa mempunyai cara sendiri untuk mengerti. Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk mengerti kekasannya juga, serta keunggulan dan kelemahannya dalam belajar sesuatu. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang kadang – kadang sangat berbeda dengan teman – temanyang lainnya. Oleh karena itu, mengerti kekhususanya sendiri sangat penting dalam memajukan belajar seseorang. Hal ini sangat penting bagi siswa untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok. Juga penting bagi seorang pendidik atau guru untuk menciptkan bermacam-macam situasi dan metode yang dapat membantu siswa. Dikatakan oleh Suparno ( 1997 : 62 ) bahwa suatu model belajar mengajar saja tidak akan membantu siswa. Terkait dengan model belajar mengajar tersebut, perlu dilakukan penataan lingkungan belajar.
Bagaimana teori skemata dalam konteks pembelajaran membaca? Menurut Cahyono ( 1992 / 1993:11 ) salah satu aspek penting dalam membaca pemahaman adalah skemata berupa pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori siswa yang berfungsi tatkala siswa menginterpretasi informasi baru dan membiarkan informasi baru dan membiarkan informasi baru itu masuk dan menjadi bagian dari pengetahuan yang tersimpan itu. Interaksi informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki itulah yang disebut dengan pemahaman.
Pada kegiatan membaca skema berfungsi untuk memperoleh makna bacaan. Skema adalah struktur pengetahuan yang ada pada pembaca dan digunakan untuk memahami bacaan yang dibaca. Skema berbeda dengan pengetahuan latar belakang. Pengetahuan latar belakang adalah pengetahuan yang dimiliki pembaca sebelum membaca bacaan, sedangkan skema adalah struktur pengetahuan yang dimiliki pembaca sebelum kegiatan membaca. Skemata merupakan pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori siswa yang berfungsi tatkala siswa itu menginterpretasikan informasi baru itu masuk dan menjadi bagian dari pengetahuan yang tersimpan itu. Interaksi informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki itulah yang disebut dengan pemahaman. Piaget ( dalam Cahyono, 1992 /1993 :16 ) menyatakan bahwa proses perpaduan informasi baru kedalam informasi yang sudah dimiliki seseorang disebut asimilasi.
Apa membaca pemahaman ? salah satu jenis membaca adalah membaca pemahaman. Membaca pemahaman melibatkan penyerapan makna untuk mempero-leh makna dari bacaan yang dibaca. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu prosesd pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan apabila :
1. Mengenal kata-kata atau kalimat yang ada dalam bacaan atau mengetahui
maknanya.
2. Menghubungkan makna, baik konotatif maupun denotative yang dimiliki dengan
makna yang ada dalam bacaan.
3. Mengetahui seluruh makna tersebut atau persepsinya terhadap makna itu secara
konstektual.
4. Membuat pertimbangan nilai isi bacaan yang didasarkan pada pengalamannya.
( Turner dalam Alexander, 1988:159 ).
Berdasarkan pengertian tersebut, ada tiga hal atau tiga elemen dalam membaca pemahaman , yaitu:
1. Pemgetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki tentang topic.
2. Menghubungkan pengetahuan dan pengalaman dengan teks yang akan dibaca.
3. Proses pemerolehan makna secara aktif sesuai dengan pandangan yang dimiliki.
Selengkapnya hub 081333052032