www.infodiknas.com.
Oleh: Riduwan (Mahasiswa Program Pascasarjana UNISMA Malang)
.
BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman. Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman, dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar. Pertama pada tingkat emosional yang paling primitive, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari berpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon terkondisi. Bentuk belajar macam inilah yang disebut belajar responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi bidang-bidang studi. Yang kedua belajar kontiguitas yaitu bagaimana dua peristiwa-peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu . Yang ketiga, kita belajar dngan konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut operant. Keempat, pengalaman belajar sebagai hasilobservasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model, dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional. Kelima, belajar kognitif , bila kita melihat dan memahami peristiea-peristiwa di sekitar kita dan dengan insait, belajar menyelami pengertian.
Teori-teori belajar dikelompokkan menjadi teori-teori belajar sebelum abad ke-20 dan teori-teori belajar selama abad ke-20. pengelompokan ini dilakukan, karena teori-teori sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosofi atau spekulatif, tanpa dilandasi eksperiman. Kedadam teori-teori belajar sebelum abad ke-20 termasuk teori disiplin mental, teori pengembangan alamiah, dan teori apersepsi. Teori-teori belajar abad ke-20 dibagi menjadi dua, yaitu keluarga perilaku atau behavioristik yang meliputi teori-teori stimulus respond an keluarga Gestalt-Fiald yang meliputi teori-teori kognitif.
Untuk memperdalam mengenai teori-teori belajar abad ke-20, dalam makalah ini akan dibahas mengenai teori-teori belajar perilaku yang focus pembahasannya meliputi: evolusi teori-teori perilaku, prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, teori belajar social, dan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan teori belajar perilaku.
- B. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah evolusi teori-teori perilaku?
- Apakah prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku?
- Apakah teori belajar social?
- Apakah kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan teori belajar perilaku?
- C. Tujuan
- Agar kita memahamai tentang evolusi teori-teori perilaku.
- Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku.
- Mendeskripsikan teori belajar social.
- Apakah kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan teori belajar perilaku.
- Agar kita memahamai tentang evolusi teori-teori perilaku.
BAB II
PEMBAHASAN
- C. Evolusi Teori-teori Perilaku
Semua ahli psikologi yang mendukung pandangan perilaku berpendapat, bahwa mereka yang meneliti belajar hendaknya mendasarkan kesimpulan-kesimpulan mereka atas observasi-observasi tentang perilaku eksternal dan terbuka dari organisma-organisma. Tetapi mereka berbeda dalam dua hal, yaitu dalam bagaimana mereka meneliti belajar, dan dalam bentuk-bentuk belajar yang mereka analisis.
Studi secara ilmiah tentang belajar baru dimulai pada akhir abad ke-19. Dengan menggunakan teknik-teknik dari sains (physical sciences), para ahli mulai melakukan eksperimen-eksperimen untuk memahami bagaiman manusia dan hewan belajar.
- 1. Ivan Pavlov : Classical Conditioning
Dalam tahun-tahun terakhir dari abad ke-19 dan tahun-tahun permulaan abad ke-20 Pavlov dan kawan-kawan mempelajari proses percernaan anjing yaitu memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan pengeluaran air liur. Dalam eksperimen-eksperimen ini Pavlov dan kawan-kawannya menunjukkan, bagaiman belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka refleksi dan tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran air liur.
Penekanan yang diberikan Pavlov pada obsevasi dan pengukuran yang teliti, dan eksplorasinya secara sistematis tentang berbagai aspek belajar, menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Tetapi, penemuan-penemuan Pavlov hanya sedikit diterapkan pada belajar di sekolah.
- 2. E.L. Thorndike: Hukum Pengaruh
Dalam studi Thorndike terdahulu, ia memandang perilaku sebagai suatu respons terhadap stimulus-stimulus dalam lingkungan. Pandangan ini, bahwa stimulus-stimulus dapat mengeluarkan respons-respons, merupakan titik tolak dari teori stimulus-respons atau teori S-R yang dikenal sekarang. Seperti para ahli teori perilaku sebelumnya, Thorndike menghubungkan perilaku pada refleks-refleks fisik. Refleks-refleks tertentu, seperti mengangkat sekonyong-konyong lutut ke atas bila lutut itu dipukul, terjadi tanpa diproses dalam otak. Dihipotesiskan, bahwa perilaku yang lain juga ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang ada di lingkungan, dan bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar.
Dalam sejumlah eksperimen-eksperimennya, Thorndike menempat-kan kucing-kucing dalam kotak-kotak. Dari kota-kotak ini kucing-kucing itu harus keluar untuk memperoleh makanan. Ia mengamati, bahwa sesudah selang waktu kucing-kucing itu belajar bagaimana dapat keluar dari kotak-kotak itu lebih cepat dengan mengulangi perilaku-perilaku yang mengarah pada keluar, dan tidak mengulangi perilaku-perilaku yang tidak efektif. Dari eksperimen-eksperimen ini, Thorndike mengembangkan hukumnya, yang dikenal dengan Hukum Pengaruh atau “Law of Effect”.
Hokum Pengaruh Thorndike mengemukakan, bahwa jikasuatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan kemungkinan bahwa tindakan itu diulangi dalam situsi-situasi yang mirip akan meningkat. Tetapi bila suatu perilaku diikuti oleh suatu perubahan yang tidak memuaskan dalam lingkungan, kemungkinan-kemungkinan bahwa perilaku itu diulangi, akan menurun. Jadi konsekuensi-konsekuensi dari perilaku seseorang pada suatu saat, memegang peranan penting dalam menentukan perilaku orang itu selanjutnya.
- 3. B.F. Skinner: Oprant Conditioning
Pavlov pada umumnya memusatkan pada perilaku yang disangkanya ditampilkan oleh stimulus-stimulus khusus. Tetapi Skinner berpendapat, bahwa perilaku-perilaku semacam itu mewakili hanya sebagian kecil dari semua perilaku-perilaku. Ia menyarankan suatu kelas lain dari perilaku, yang disebutnya perilaku-perilaku operant, sebab perilaku-perilaku ini beroperasi terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus-stimulus tak terkondisi apapun, seperti makanan misalnya. Studi Skinner terpuast pada hubungan antara perilaku dan kosekuensi-konsekuensinya. Sebagai contoh, bila perilaku seseorang segera diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan, orang itu akan terlibat dalam perilaku itu lebih kerap kali. Penggunaan kosekuensi-kosekuensi yang menyenangkan untuk mengubah perilaku disebut operant codisioning.
Skinner terkenal dengan pengembangan dan penggunaan aparatus yang biasa disebut kotak Skinner. Dengan kotak ini ia meneliti perilaku hewan, biasanya tikus dan burung merpati. Pekerjaan Skinner dengan tikus dan burung merpati menghasilkan sekumpulan prinsip-prinsip tentang perilaku yang telah ditunjang oleh beratus-ratus studi yang melibatkan manusia dan hewan.
- D. Prinsip-prinsip Teori-teori Belajar Perilaku
Beberapa prinsip yang melandasi teori-teori perilaku antara lain : konsekuensi-konsekuensi, kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi, pembentukan (shaping).
- 1. Konsekuensi-konsekuensi
Prinsip yang paling penting dari teori-teori belajar perilaku ialah, bahwa perilaku berubah menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan” perilaku. Bila seekor tiukus yang lapar menerima butiran makanan waktu ia menekan sebuah papan, tikus itu akan menekan papan itu lebih kerap kali. Tetapi bila tikus itu menerima denyutan listrik, tikus itu akan menekan papan itu makin berkurang, atau berhenti sama sekali.
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman (punishers).
- a. Reinforser-reinforser
Reinforser-reinforser dapat dibagi menjadi dua golongan: primer dan sekunder. Reinforser primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, misalnya makanan, air, keamanan, kemesraan, dan seks. Reinforser sekunder merupakan reinforser yang memperoleh nilainya setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang sudah mantap. Uang baru mempunyai nilai bagi seorang anak bila ia mengetahui, bahwa uang itu dapat digunakannya untuk membeli makanan, misalnya. Angka-angka dalam rapor baru mempunyai nilai bagi siswa, bila orang tuanya memberikan perhatian dan penilaian, dan pujian orang tua mempunyai nilai sebab pujian itu terasosiasi dengan kasih saying, kemesraan, dan reinforser-reinforser lainnya. Uang dan angka rapor adalah contoh-contoh reinforser sekunder, sebab keduanya tidak mempunyai nilai sendiri, melainkan baru mempunyai nilai setelah diasosiasikan dengan reinforser primer atau reinforser lainnya yang lebih mantap.
Ada tiga kategori dasar reinforser sekunder, yaitu reinforsr sosial (seperti pujian, senyuman, atau perhatian), reinforser aktivitas (seperti pemberian mainan, permainan, atau kegiatan-kegiatan yang menyenangkan), dan reinforser simbolik (seperti uang, angka, bintang, atau points yang dapat ditukarkan untuk reinforser-reinforser lainnya).
Kerap kali, yang digunakan di sekolah merupakan hal-hal yang diberikan pada siswa-siswa. Reinforser-reinforser ini disebut reinforser positif, dan berupa pujian, angka, dan bintang. Tetapi, ada kalanya untuk memperkuat perilaku ialah dengan membuat konsekuensi perilaku pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan, misalnya, seorang guru dapat membebaskan para siswa dari pekerjaan rumah, jika mereka berbuat baik dalam kelas. Jika pekerjaan rumah diangap siswa sebagai suatu tugas yang tidak menyenangkan, maka bebas dari pekerjaan rumah ini merupakan reinforser. Reinforser-reinforser yang berupa pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan disebut reinforser negative.
Suatu prinsip perilaku penting ialah, kegiatan yang kurang diingini dapat ditingkatkan dengan menggabungkannya pada kegiatan-kegiatan yang lebih disenangi atau diingini. Sebagai contoh misalnya, seorang guru berkata pada muridnya “Jika kamu telah selesai mengerjakan soal ini, kamu boleh keluar.” atau “Bersihkan dahulu mejamu, nanti Ibu bacakan cerita.” Kedua contoh ini merupakan contoh-contoh dari suatu prinsip yang dikenal dengan Prinsip Premack (Premack, 1965).
- b. Hukuman (punisher)
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat perilaku disebut hukuman. Para teoriwan perilaku berbeda pendapat mengenai hukuman ini. Ada yang berpendapat, bahwa hukuman itu hanya temporer, bahwa hukuman menimbulkan sifat menentang atau agresi. Ada pula teoriwan-teoriwan yang tidak setuju dengan pemberian hukuman. Pada umumnya mereka setuju bahwa hukuman itu hendaknya digunakan, bila reinforsemen telah dicoba dan gagal, dan bahwa hukuman diberikan dalam bentuk selunak mungkin, dan hukuman hendaknya selalu digunakan sebagai bagian dari suatu perencanaan yang teliti, tidak dilakukan karena frustasi.
- 2. Kesegeraan (immediacy) konsekuensi-konsekuensi
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah, bahwa konsekuensi-konsekuensi yang segera mengikuti perilaku akan lebih mempengaruhi perilaku dari pada konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya.
Prinsip kesegeraan konsekuensi-konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik, dapat merupakan suatu reinforser yang lebih kuat dari pada angka yang diberikan kemudian.
- 3. Pembentukan (shaping)
Selain kesegeraan dari reinforsemen, apa yang akan diberi reinforsemen juga perlu diperhatikan dalam mengajar. Bila guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan, maka guru itu menggunakan teknik yang disebut pembentukan.
Istilah pembentukan atau “shaping” digunakan dalam teori-teori belajar perilaku dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikan reinforsemen pada para siswa dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.
Ringkasan dari langkah-langkah dalam pembentukan perilaku baru adalah sebagai berikut:
- a. Pilihlah tujuan – buat tujuan itu sekhusus mungkin.
- b. Tentukan sampai di mana siswa-siswa itu sekarang. Apakah kemampuan-kemampuan mereka?
- c. Kembangkan satu seri langkah-langkah yang dapat merupakan jenjang untuk membawa mereka dari keadaan mereka sekarang ke tujuan yang telah ditetapkan.
- d. Berilah umpan balik selama pelajaran berlangsung.
- D. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proaea-proses mental internal.
Dalam pandangan belajar sosial “manusia itu tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-stimulus lingkungan. Tetapi, fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbale balik dari determinan-determinan pribadi dan determinan-determinan lingkungan”. (Bandura, 1977, hal 11-12)
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang, tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis hubungan kontinu antara variable-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang.
- 1. Pemodelan (modelling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi penekanan pada efek-efek dari konsekuensi-konsekuensi pada perilaku, dan tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain, dan pengalaman “vicarious”, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain. Ia merasa, bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar dari suatu model. Guru-guru olahraga mendemonstrasikan loncat tinggi, dan para siswa menirunya. Bandura menyebut ini “no-trial learning”, sebab para siswa tidak harus melalui proses pembentukan (shaping process), tetapi dapat segera menghasilkan respons yang benar.
- 2. Fasa Belajar
Menurut Bandura (1977) ada empat fasa dari model, yaitu fasa perhatian (attentional phase), fasa retensi (retentional phase), fasa reproduksi (reproductional phase), dan fasa motivasi (motivational phase).
- i. Fasa Perhatian
Fasa pertama dalam belajar observasional ialah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya, para siswa memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Inilah sebabnya mengapa banyak siswa meniru pakaian, tata rambut, dan sikap-sikap bintang-bintang film, misalnya.
- ii. Fasa Retensi
Belajar obsevasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian kontiguitas yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.
- iii. Fasa Reproduksi
Fasa reproduksi mengizinkan model atau instructor untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar. Ada kalnya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dan dimiliki. Misalnya, seorang guru mungkin menemukan setelah memodelkan prosedur-prosedur untuk memecahkan persamaan kuadrat, bahwa beberapa siswa hanya dapat memecahkan sebagian dari persamaan itu. Mereka mungkin membutuhkan pertolongan dalam menguasai seluruh urutan untuk memcahkan persamaan kuadrat itu. Kekurangan penampilan hanya dapat diketahui, bila siswa-siswa diminta untuk menampilkan. Itulah sebabnya fasa reproduksi diperlukan.
- iv. Fasa Motivasi
Fasa terakhir dalam proses belajar observasional ialah fasa motivasi. Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa, bahwa dengan berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk memperoleh reinforsemen.
- 3. Belajar Vicarius
Orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinfosemen atau hukuman waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang murid berkelakuan tidak baik, maka guru memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik, dan memuji mereka karenapekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat, bahwa bekerja memperoleh reinforsemen, karena itu ia pun kembali bekerja.
- 4. Pengaturan sendiri
Konsep penting lainnya dalam belajar obsevasional ialah pengaturan diri sendiri atau “self regulation”. Bandura berhipotesis, bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan (judge) perilakunya itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, dan kemudian memberi reinforsemen atau hukuman pada dirinya sendiri.
- E. Kekuatan-kekuatan dan Kelemahan-kelemahan Teori Perilaku
Telah diuraikan beberapa teori-teori perilaku. Sebagaimana setiap teori tidak akan pernah sempurna demikian halnya dengan teori-teori peilaku. Di samping kekuatan-kekuatannya ada pula kelemah-kelemahannya.
Prinsip-prinsip yang melandasi teori-teori perilaku kedudukannya kuat dalam psikologi, dan hal ini telah ditunjukkan dalam berbagai situasi. Prinsip-prinsip ini berguna untuk menjelaskan sebagian besar dari perilaku manusia dan bahkan lebih berguna dalam mengubah perilaku.
Teori-teori belajar perilaku dan kognitif kerap kali dikemukakan sebagai model-model yang bersaing dan bertentangan. Sebenarnya lebih baik melihat kedua macam teori ini sebagai teori-teori yang menanggapi masalah-masalah yang berbeda, jadi lebih bersifat komplimenter dari pada bersaing.
DAFTAR PUSTAKA
- Bandura, A. (1969). Principles of behaviour modification. New York, Holt, Rinehart and Winston.
- Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, N.J. Prentice Hall.