Oleh: Siti Chudzaifah (Guru MI Banat Manyar , Jl. Kyai Sahlan 29 nomor 15 Sidorukun Manyar Gresik 61151)
Sungguh, kalau kita mau menerapkan pembelajaran GSI ada beberapa man’faat yang bisa kita ambil diantaranya memenuhi hak-hak dasar setiap manusia dalam mendapatkan pendidikan, menghapus diskriminasi sosial gender, menegakkan keadilan sosial gender, mewujudkan kesejahteraan sosial di masyarakat, dan meningkatkan martabat bangsa.
.
Istilah GSI mungkin hal yang baru bagi sebagian kalangan, tapi bagi aktifis gender dan pengamat yang intens terhadap pendidikan istilah ini bukanlah barang asing. GSI merupakan kepanjangan dari Gender Study Inclusion. GSI merupakan konsep pembelajaran yang ditawarkan untuk mengakui dan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, minat, pengalaman, dan cara belajar peserta didik yang disebabkan oleh konstruksi sosial pada lingkungannya. Pembelajaran ini dalam rangka untuk mengeliminir kesenjangan gender dalam pendidikan seperti seringkali kita masih menemukan buku teks yang bias gender karena sebagian besar buku teks ditulis oleh laki-laki maka isi, gambar, dan ide mencerminkan storeotipi yang sering kali bias gender.
Tawaran pembelajaran berbasis GSI ini muncul karena disebabkan oleb beberapa faktor diantaranya yang pertama adalah kesenjangan sosial bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik mental, sosial, kebutuhan khusus, kelompok marjinal lainnya dalam pendidikan. Kedua adanya kesenjangan gender dalam pendidikan. Ketiga karena teridentifikasi adanya stereotipi, stigmanisasi dan pelabelan negative. Dan yang terakhir adalah adanya posisi sosial yang asimetris dengan adanya pihak yang superior laki-laki atas perempuan. Faktor-faktor itu ternyata muncul dalam pendidikan karena disebabkan oleh konstruksi sosial. Hal inilah sebenarnya penyebab mengapa kualitas pendidikan kita tidak bisa bersaing dengan negara-negara lain. Posisi kualitas pendidikan kita masih menempati posisi paling belakang.
Melihat keadaan yang terjadi dilapangan seperti itu maka GSI ini muncul. Kemunculan ini tidak ala kadarnya muncul begitu saja namun didasari oleh pemahaman sosial dan keagamaan yang kuat. Sedikitnya dua hal yang mendasari mengapa harus ada pembelajaran GSI. Pertama, kita telah diciptakan sederajat walaupun berbeda-beda. Apapun jenis kelamin, penampilan, kesehatan atau kemampuan berfungsi, kita telah diciptakan ke dalam satu masyarakat. Kedua, penting untuk diketahui bahwa sebuah masyarakat normal ditandai oleh keragaman dan keserberagaman-bukan oleh keseragaman. Landasan ini berimplikasi terhadap keadilan sosial dalam konsteks hak hidup/aman, hak sehat, hak pendidikan, hak politik, hak ekonomi, hak sosial budaya, dan hak-hak lainnya harus diberikan secara adil kepada semua mahkluk Allah swt yang berupa manusia ini apapun bentuknya dikarenakan adanya diskriminasi sosial.
Konsep GSI dalam pembelajaran ini sangat sesuai dengan konsep pendidikan. Artinya pembelajaran GSI adalah wujud dari konsep pendidikan itu sendiri. Untuk menyegarkan ingatan, mari kita lihat definisi pendidikan. Berasal dari kata dasar didik yang berarti jaga, pelihara, atau ajar atau memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut al-Attas, dalam bahasa inggris yang berarti education dan educate yang berasal dari bahasa latin educare dan educatio bermakna menghasilkan, mengembangkan dari keperiadaan yang tersembunyi atau potensial yang didalamnya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik dan material, termasuk untuk hewan. Dalam konteks keislaman pendidikan islam adalah proses pimpinan dan pembentukan yang berkelanjutan bagi tujuan mencapai kesempurnaan dan kemulian diri yang mungkin dicapai oleh seseorang untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Untuk tidak mengada-ngada mari kita lihat apakah ada isyarat dalam Al-Quran tentang pembelajaran berbasis GSI ini. Ada beberapa ayat yang bisa dijadikan sandaran diantaranya adalah QS. al-Isra ayat 70 disebutkan bahwa manusia adalah mahkluk yang termulia. Manusia tercipta dasi asal yang sama (QS an-Nisa ayat 1). Manusia sebagai hamba Allah (QS adz-Dzariat ayat 56) dan sebagai Khalifah-Nya (QS al-An’am ayat 165). Semua manusia menerima perjanjian primordial (QS al-A’rof ayat 172). Keduanya (laki-laki dan perempuan) mendapatkan kualitas godaan yang sama dari setan (QS al-A’raf ayat 20). Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya (Adam dan Hawa) menerima akibat jatuh ke bumi (QS al-A’raf ayat 22). Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni oleh Allah (QS al-A’raf ayat 23). Keduanya berpotensi meraih prestasi (QS al-Baqarah ayat 35, al-A’raf 20, Ali Imran ayat 195, an-Nisa ayat 124, an-Nahl ayat 97dan Ghaf ayat 40. Sangat jelas dari penggalan ayat-ayat Al-Quran tersebut sama sekali tidak ada perbedaan kelakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Sebutan atau pelabelannyapun tidak menggunakan kata yang bias gender melainkan menggunakan kata yang netral gender yaitu manusia. Oleh kerenanya mengapa kita sebagai hamba yang beragama masih membeda-bedakan perlakuan terhadap gender ini. Saatnya untuk mengembangkan pembelajaran GSI ini.
Dalam konteks undang-undang perlunya pembelajaran GSI ini bisa kita temukan di UUD 1945, amandemen pasal 31, menyatakan bahwa :”semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selanjutnya UU No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan mengenai konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (convention on the elimination of all forms of discrimination againts women/CEDAW). UU No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (propenas) menegaskan bahwa sasaran program peningkatan kualitas perempuan adalah meningkatkan kualitas dan peranan perempuan diberbagai bidang. UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Instruksi presiden no. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Dan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sungguh, kalau kita mau menerapkan pembelajaran GSI ada beberapa man’faat yang bisa kita ambil diantaranya memenuhi hak-hak dasar setiap manusia dalam mendapatkan pendidikan, menghapus diskriminasi sosial gender, menegakkan keadilan sosial gender, mewujudkan kesejahteraan sosial di masyarakat, dan meningkatkan martabat bangsa. Hal ini dapat kita lakukan dalam pendidikan melalui, pertama, kebijakan bidang pendidikan dengan menerapkan pengarusutamaan inklusi sosial dan gender. Kedua, manajemen lembaga pendidikan responsif perbedaan sosial dan gender. Dan terakhir, pembelajaran ramah perbedaan sosial dan ramah gender. Kalau komitmen itu sudah ada selanjutnya yang kita perlukan adalah komitmen pengambil kebijakan, kurikulum ramah perbedaan, guru yang sensitif terhadap perbedaan, sarana-prasarana yang ramah perbedaan, dan budaya sekolah yang mendukung perbedaan.
Untuk mengakhiri tulisan ini pembelajaran GSI jangan dimaknai pembelajaran yang harus mengumpulkan peserta didik laki-laki dan perempuan. Namun pembelajaran GSI menitik beratkan bahwa dalam pendidikan semua peserta didik jangan dibatasi untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik itu. Jangan sampai ada pelabelan stereotipi yang mengkotak-kotakkan kemampuan yang hanya dimiliki oleh salah satu jenis kelamin saja. Sepanjang itu tidak terjadi maka pembelajaran itu sudah ber GSI. Di yayasan dimana saya mengajar memang dibedakan sekolah laki-laki dan perempuan yang disebut dengan MI Banin dan MI Banat, namun demikian tidak ada kegiatan yang membeda-bedakan kegiatan dikedua sekolah ini. Kalau harus kumpul MI Banin dan MI Banat maka hal itu akan dilakukan seperti kegiatan Pramuka dan Manasik Haji.kesadaran masyarakat didaerah sayapun (Manyar Gresik) sudah tidak lagi membatasi perempuan harus seperti ini dan laki-laki harus seperti itu, sepanjang anggota masyarakat apapun jenis kelaminya bisa mengembangkan potensi dirinya dan masih bisa menjaga nilai-nilai moral dan keagamaan maka tidak ada pembatasan bagi mereka. Hal ini dibuktikan pendidikan pada level perguruan tinggi sudah tidak ada hambatan baik laki-laki atau perempuan untuk melanjutkan. Bekerja di industri-industri, home industri (seperti pembuatan Jilbab) terlihat kerjasama yang seimbang antara kaum laki-laki dan perempuan. Semoga kita bisa merubah pendidikan dengan pembelajaran GSI, mari berjihad memalui pendidikan. Semoga…
- Siti Chudzaifah, S.Pd. Guru Bahasa Inggris (Alumni FKIP UNISMA tahun 2004) MI Banat Manyar Jl. Kyai Sahlan 29 nomor 15 Sidorukun Manyar Gresik 61151.