Sinergitas Penganggaran Oleh Pemda Dalam Melawan Pandemi Covid-19
Oleh Fancholiq J. Pribadi, SE., MM., CRBC.
(Kabag. Keuangan RSUD dr. ISKAK Tulungagung)
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UNTAG Surabaya
Imbas Virus Corona
Ekonom Philipp Carlson-Szlezak dalam makalahnya yang dimuat di Harvard Busines Review menyatakan bahwa secara klasik, krisis keuangan melumpuhkan sisi penawan ekonomi. Ada sejarah panjang krisis semacam itu. Para pembuat kebijakan telah belajar banyak tentang cara menghadapinya. Namun, lanjut Carlson-Szlezak, covid-19 telah memperluas pula masalah likuiditas dan modal ke ekonomi riil dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Saling terkaitnya risiko kembar, yakni guncangan finansial dan likuiditas riil yang tidak cukup, krisis besar perekonomian bisa segera terjadi. (Kompas, Senin 6 April 2020:6). Pandemi covid-19 diperkirakan akan memicu kontraksi ekonomi global tahun ini sebesar 0,9 persen bahkan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi regional di Negara-negara berkembang di Asia akan tertekan cukup tajam tahun 2020 karena efek pandemik covid-19. Departemen urusan ekonomi dan sosial PBB memperingatkan, kontraksi ekonomi bisa lebih besar jika kebijakan pembatasan kegiatan ekonomi diperpanjang tanpa respon fiskal yang memadai, inti dari respon fiskal yang memadai tertuju pada dua hal pokok yaitu memberika dukungan pendapatan dan membantu peningkatan pengeluaran konsumen. “Diperlukan upaya kuat dan terkoordinasi untuk mengendalikan covid-19 dan meminimalkan dampak ekonominya, terutama pada yang paling rentan kata Kepala Ekonomi ADB Yasuyuki Sawada.
Aspek Penganggaran
Rupanya wabah pandemi virus corona tidak hanya berdampak tunggal yakni menyangkut kesehatan dan keselamatan jiwa semata namun juga berdampak pada ekonomi dan sosial. Dampak ekonomi dan sosial mutlak segera ditangani dan ditanggulangi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebagaimana nawacita pertama yang hendak diwujudkan oleh pemerintahan Jokowi yakni menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Untuk itu perlu dikeluarkan kebijakan khusus menghadapi situasi darurat dan juga dukungan anggaran sehingga yang sangat tepat diterapkan adalah kebijakan fiskal karena langsung bersentuhan dengan sektor riil.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat harus dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat meminimalisasi korban serta kerugian harta benda yang akan ditimbulkan. Keadaan darurat juga harus didukung dengan kebijakan yang efektif dan efisien, utamanya terkait dengan pencairan dan pemanfaatannya. Berkaitan dengan kecepatan pencairan dan pemanfaatan anggaran, banyak pemda yang lamban, kurang tanggap dan bahkan ada yang ragu-ragu untuk bertindak dan bersikap. Sebagaimana yang telah diberitakan di Kompas, Presiden ingatkan Pemda yang tak peka, masih banyak Pemda yang tidak bergerak cepat merelokasi APBD untuk penanganan covid-19. Padahal situasi sudah darurat (Kompas, Rabu 15 April 2020: 2). Bahkan Presiden Jokowi meminta kepada Mendagri dan Menkeu untuk menegur Pemda yang belum juga mengutamakan anggaran daerah guna penanganan covid-19. Pemerintah daerah seharusnya peka karena rakyat membutuhkan anggaran itu dalam menghadapi covid-19 dan dampak lain yang ditimbulkan. “Artinya, ada di antara kita yang masih belum memiliki respon dan belum ada feeling (perasaan) dalam situasi tidak normal ini,” kata Presiden. Secaraa historis empiris respon Pemda yang lamban sepenuhnya tidak bisa disalahkan, hal tersebut dilandasi atas traumatik beberapa pemda dalam mengubah, menggeser dan memanfaatkan dana belanja tidak terduga karena pencairan dan pemanfaatan anggaran darurat maupun belanja tidak terduga di masa silam banyak yang kesandung masalah hukum alias ada yang terkait korupsi. Menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi agar Pemda segera responsif, Pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri telah mengeluarkan Permendagri nomor 20 tahun 2020 tentang percepatan penanganan corona virus disease 2019 di lingkungan pemerinah daerah, agar APBD nya segera bisa diubah/direvisi, di mana semua anggaran diarahkan pada percepatan penanganan merebaknya wabah corona melalui penjadwalan ulang kegiatan proyek yang kurang prioritas atau bisa diundur, menggunakan silpa tahun lalu/berjalan, manfaatkan kas yang tersedia atau bila masih belum mencukupi bisa langsung menggunakan belanja tidak terduga (BTT). Untuk mempercepat pelaksanaannya bahkan Mendagri mengeluarkan Inmendagri Nomor 1 tahun 2020 dan agar mudah dalam implementasinya Mendagri sudah mengeluarkan SE Mendagri 360/2903/SJ tentang pedoman pendanaan tanggap darurat bencana yang bersumber dari belanja tidak terduga. Senada untuk mempercepat penanganan wabah corona sebagaimana arahan Presiden Jokowi, Menkeu telah mengeluarkan PMK nomor 6 tahun 2020. Namun demikian nampaknya banyak Pemda tidak bergeming dan juga belum melakukan revisi APBD. Padahal maksud dari aturan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat tersebut adalah dalam rangka kecepatan penanganan wabah corona yang nota bene wabah corona sudah melebar ke berbagai aspek tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan, mencuat juga persoalan ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Sebenarnya dengan terbitnya dua piranti hukum tersebut kiranya pihak pemda tidak perlu ragu dan takut dalam melakukan revisi APBD sepanjang taat pada aturan, tidak ada kepentingan apapun dalam pencairan anggarannya (rent seeking behavior).
Selanjutnya dalam melakukan revisi APBD, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) segera berkoordinasi dan menyisir semua anggaran di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan melakukan pergeseran ataupun refocusing APBD, mengurangi kegiatan-kegiatan yang dirasa bersifat tidak genting seperti kegiatan seremonial, meeting hingga perjalanan dinas yang dirasa tidak perlu dan tidak mendesak. Muarakan semua refocussing dengan berlandasakan pada tiga program super prioritas. Tiga program utama revisi APBD yang sekiranya berkontribusi besar dan signifikan menuju pada percepatan penanganan merebaknya wabah corona adalah APBD untuk:
- Peningkatan kapasitas kesehatan;
- Peningkatan daya tahan ekonomi masyarakat yang rentan atau masuk dalam kategori tidak mampu, dan
- Menjaga pertumbuhan dunia usaha.
STABILITAS SOSIAL EKONOMI
Adanya pembatasan aktivitas, kebijakan stay at home, social distancing, physical distancing tentu begitu memukul ekonomi nasional dan daerah utamanya masyarakat kalangan bawah. Jika dibiarkan dampaknya akan memerosotkan ekonomi secara serius dan kerentanan sosial. Mengantisipasi hal-hal terburuk yang bakal terjadi di bidang ekonomi dan sosial berkenaan situasi darurat sebagai dampak wabah virus corona pemerintah sigap dengan menerbitkan PP No 21/2020 dan Keppres No 11/2020 diterbitkan pula Perpu nomor 1 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas sistem keuangan untuk untuk penanganan pandemic covid-19. Perpu ini mengatur langkah strategis pemerintah untuk memberikan sejumlah stimulus ekonomi sosial guna mengantisipasi guncangan perekonomian, keuangan Negara, hingga pemulihan ekonomi nasional. Kiranya aturan dan ketentuan tersebut dapat dipakai oleh Pemda sebagai dasar hukum untuk melaksanakan kebijakan dan strategi untuk melindungi kepentingan ekonomi dan sosial warganya termasuk menggelontorkan anggarannya diarahkan pada pemberian Balsem (Bantuan Langsung Sementara).
BALSEM…Bantuan Langsung Sementara
Dalam kondisi darurat, aktivitas ekonomi yang mengalami kontraksi, demand yang begitu merosot, maka variabel ekonomi makro yang manjur untuk diimplementasikan adalah transfer payment. Secara teoritis empiris dalam kondisi ekonomi yang melemah, banyak PHK, banyak orang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan jelas konsumsi akan drop yang berarti demand turun drastis. Melemahnya demand, di sisi lain para pelaku usaha tidak akan ada insentif untuk berproduksi. Karena itu dalam jangka pendek untuk mendrive demand maka masyarakat perlu memiliki uang dan berpenghasilan. Dalam jangka pendek dapat diberikan berupa transfer payment (subsidi, bantuan langsung tunai maupun bantuan langsung sementara). Jadi melalui kebijakan fiskalnya, pemerintah daerah dapat mengalihkan anggarannya berupa transfer payment ke masyarakat sebanyak mungkin dan itu bersifat sementara. Agar demand bisa tumbuh dan pada akhirnya dapat mengerek sisi penawarannya (supply) yakni para pelaku usaha sudah bisa beraktivitas untuk berproduksi. Sehingga keseimbangan pasar bisa tercapai dan pemulihan ekonomi akibat dari wabah virus corona bisa pulih.
Bentuk dan wujud Balsem bisa bervariasi tergantung inovasi dan kreativitas masing-masing Pemda, tapi yang jelas Balsem diarahkan pada warga yang sangat rentan miskin dan jangan sampai salah sasaran dan duplikasi. Yang paling banyak terdampak adalah pekerja di sektor informal, para petani kecil, nelayan, para penganggur, mereka sangat rentan sekali. Penerimaan Balsem bisa dibagi dalam beberapa manfaat subsidi sosial dan pemenuhan kebutuhan hidup mulai dari bahan kebutuhan pokok, dan bisa dalam bentuk kartu pra kerja untuk yang baru mau masuk dunia kerja, yang baru lulus dari lembaga pendidikan atau bagi yang kena PHK massal; Bantuan pangan; kartu sembako, subsidi tariff, insentif perpajakan, upaya menyelamatkan produsen pangan dan UMKM.
SIMPULAN
Diperlukan langkah-langkah kebijakan mendesak dan berani, tidak hanya menahan pandemi dan menyelamatkan nyawa, tetapi juga untuk melindungi warga yang paling rentan dalam masyarakat kita dari kehancuran ekonomi serta untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan. Kebijakan yang sangat disarankan adalah transfer payment berupa Balsem…Bantuan langsung sementara yang masif dan tepat sasaran.
Pada akhirnya dalam membantu golongan yang rentan miskin, maka diperlukan sinergi dan kepedulian dari berbagai kalangan, tidak semata pemerintah daerah melalui APBD-nya. Bisa dari pelbagai kalangan dan kepedulian swasta, lewat CSR, Baznas, para filantrop, maupun donator individu-individu. Membangkitkan lagi semangat gotong royong dan saling membantu, bahu membahu untuk memerangi wabah virus corona.
www.infodiknas.com